ATHLASALETHA 02

21.5K 1.8K 284
                                    

Gue tantang lo buat spam komen sampe 500 next. Berani?

***

"Ada yang bisa mengisi soal nomor dua?"

Edgar lantas mengangkat tangan yang membuat Bu Rani menunjuknya dengan spidol white board yang masih dipegang. Refleks seluruh pandangan di kelas tersebut menoleh ke arahnya.

"Edgar. Apa jawabannya?"

"Eh? Hehehe bukan aku Bu sebenarnya yang bisa jawab, tapi Laskar nih yang bisa jawab. Iya kan, Kar? Aduh jangan malu-malu cepet jawab."

Laskar melotot. Menoyor kepala Edgar kesal. Bisa-bisanya dirinya yang masih diam harus dikorbankan. Keduanya sempat berkelahi beberapa saat. Athlas yang memang kebetulan duduk di meja belakang kedua temannya itu hanya memilih untuk diam.

"Hey! Hey! Sudah!" lerai Bu Rani seraya memukul-mukul white board menggunakan spidol.

"Keajaiban dunia dong Ed kalo Laskar bisa ngisi soal nomor dua," kata bu Rani yang mendapatkan tertawaan dari seluruh siswa termasuk Edgar; cowok itu paling keras dan terdepan jika untuk urusan memojokan orang, terutama untuk Laskar.

"Tapi Bu bukan Ed panggilanku. Panggil aja Gar, ambil belakangnya. Edgar, Gar. Jangan Ed, kalo dipanggil Ed berasa jadi penulis novel Raja," kata Edgar.

"Eh? Ibu punya novelnya tau. Seru banget. Ceritanya ada tentang dark web gitu kan? Seriusan banget ibu suka sama novelnya."

"Wah serius? Belum beli aku Bu cuma baca dari wattpadnya aja."

"Sayang banget kamu belum beli. Buruan beli nanti kamu sama Ibu bisa cerita-cerita isi novelnya."

"Sip lah Bu, tunggu ya."

Bu Rani mengacungkan jempol. Ia kembali fokus kepada materi yang disampaikannya. Perempuan dewasa itu menatap Laskar yang sudah lebih dulu menatapnya.

"Laskar. Jadi berapa isi dari pertanyaan nomor dua ini?" tanya Bu Rani setelah menunjukkan soal yang terpampang di white board.

"Eh, enggak Bu," jawab Laskar bingung. Ia menggeleng cepat sampai ide brilian muncul di kepala karena sanking terdesaknya.

"Athlas yang bisa Bu, tadi dia bilang sama aku kalo semua soalnya gampang banget. Jadi Ibu salah orang kayaknya buat ngisi soal nomor dua."

Laskar mempertahankan pendapatnya yang memang benar kalau dirinya tidak bisa mengisi soal nomor dua yang diberikan oleh bu Rani.

Bu Rani menoleh ke belakang Laskar atau lebih tepatnya ke arah Athlas dan jawaban dari remaja itu ialah gelengan sebagai jawaban jika ia juga tidak bisa mengisi pertanyaan yang terpampang di white board.

Bu Rani menghela napas panjang. "Kalian ini. Makanya jangan banyak becanda. Sebentar lagi kalian mau lulus. Masa nilai kalian jelek? Emangnya kalian gak malu kalo harus tinggal satu tahun lagi di sini?"

"Kalo ada ibu yang selalu ngajar tiap hari mah abdi siap Bu hehehe. Aduh jadi isin euy. Hihihi," jawab Laskar dengan campuran bahasa Sunda-nya.

"Jangan pakai bahasa daerah Laskar. Ibu gak ngerti. Isin? Asin? Apa tadi? Kenapa jadi bahas ikan asin?"

"Eh? Bukan bahas ikan asin Bu. Pokoknya Ibu guru favorit aku. Dua jempol buat Ibu." Laskar mengacungkan dua jempol tangannya.

Bu Rani geleng-geleng. Dari kelas sepuluh sampai sekarang kelas dua belas sifatnya Laskar sungguh tidak berubah. Selalu saja bercanda. Ciri khas cowok blasteran Bandung-Tangerang tersebut.

"Kamu mau jadi apa si besarnya, Laskar?" tanyanya seraya menumpu kedua tangan di atas meja guru.

"Orang sukses dong Bu," jawab Laskar mantap seraya merapikan kerah seragam. Edgar berdecih melihat teman satu mejanya itu seperti barusan.

ATHLASALETHAWhere stories live. Discover now