08

12.3K 1.5K 85
                                    

Dengan uang hasil pinjaman dari Cahyadi, akhirnya Yudi bisa pulang juga ke rumah pagi ini. Gerobak nasi pecel terparkir rapi di halaman, Sumi menyuruh kedua putrinya untuk di rumah hari ini. Pasti akan banyak tetangga yang datang menjenguk Ayah mereka.

Kompleks perumahan tempat tinggal mereka memang bukan perumahan mewah, hanya sebuah perumahan lama tapi sangat luas dan terletak di pinggiran kota Malang. Warga-warganya guyub dan saling tolong menolong. Jika ada salah satu warga yang tertimpa musibah, ya seperti ini, tiap blok pasti mengirim perwakilan untuk menjenguk dan memberi bantuan. Apalagi Yudi adalah orang yang sudah bertahun-tahun menjaga lingkungan mereka, pasti mendapat perhatian lebih dari para warganya.

Ramainya tamu yang datang silih berganti itu mulai berangsur mereda menjelang Magrib. Yusa dan Sumi yang lelah langsung merebahkan badan di karpet ruang tengah. Yudi tetap di dalam kamar, sejak habis Ashar tadi sengaja Sumi paksa untuk beristirahat dan tidak mengijinkan tamu bertemu dengan suaminya. Sedangkan Risa yang hanya disuruh menjaga Ayahnya malah uring-uringan dan sering mengabaikan permintaan Yudi.

"Salat dulu, Nduk. Keburu nanti ada tamu yang datang lagi," ujar Sumi pada putri bungsunya.

"Iya, Buk." Yusa bergegas bersiap diri untuk melaksanakan salat Magrib.

Memang, di keluarga ini yang paling taat beribadah hanya Yusa. Yudi sebagai kepala keluarga hanya melaksanakan salat Jum'at saja, Sumi salat jika sedang terbelit masalah, sedangkan Risa ... tak perlu dijelaskan. Ada masalah atau tidak, ia hanya asyik dengan dunianya. Yusa tak mau ambil pusing memaksa keluarganya, ia hanya sesekali mengingatkan akan kewajiban seorang muslim, tapi ia tidak pernah sekalipun berhenti meminta agar keluarganya mendapat secercah hidayah dari Sang Pemilik Kehidupan.

"Assalamu'alaikum,"

Mendengar ada suara tamu, Yusa keluar kamar dengan masih mengenakan mukenah. Ada Cahyadi dan Taka berdiri di depan pintu rumahnya yang terbuka.

"Wa'alaikumsalam ... masuk, Pak." Yusa menghampiri Ibunya yang tertidur di depan televisi. "Buk, ada tamu ... Pak Cahyadi."

Sumi lekas membuka mata dan merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Ia duduk mengumpulkan nyawa yang baru saja berpencar, kemudian menghampiri tamunya.

"Buatin kopi, Nduk."

"Iya, Buk."

Yusa kembali ke kamar, melepas mukenahnya dan pergi ke dapur untuk membuatkan kopi Cahyadi dan Taka. Namun, ketika ia membawa teh ke ruang tamu, Cahyadi dan Taka sudah berpindah ke kamar Bapaknya. Diletakkan saja dua cangkir kopi itu di meja.

"Nggak perlu sungkan-sungkan lah, Pak Yudi. Toh sebentar lagi kita jadi besan."

Kalimat Cahyadi membuat langkah Yusa terhenti tepat di bibir pintu kamar orang tuanya. Niatnya untuk memberitahu tentang kopi yang ada di ruang tamu urung begitu saja.

"Loh, bukannya mereka sudah putus, ya?" Sumi mengernyit heran.

"Bukannya gimana ya, Bu Sumi. Tapi sejak dulu saya lebih srek ke Yusa. Apalagi setelah Risa kemarin nolak lamaran Taka karena duluin karirnya."

Jawaban Cahyadi membuat Yudi, Sumi bahkan Yusa terperangah.

"Alhamdulillah, Yusa mau terima Taka," lanjut Cahyadi.

Yudi dan Sumi yang menyadari kehadiran Yusa hanya menatap bingung, mata kedua orang itu seakan menunggu jawaban dari pernyataan Cahyadi.

Belum lagi ketika Yusa menatap Taka, pria itu terlihat marah padanya.

"Eh, Nduk. Ada di sini toh, kamu?"

"Kamu diam-diam suka sama Taka, Sa?" hardik Risa yang tiba-tiba muncul.

Elegi Tawa Niyusa [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now