11

11K 982 55
                                    

Sekitar pukul sepuluh malam keadaan rumah Yusa sudah kembali sepi, menyisakan saudara-saudaranya yang datang dari luar kota menginap di sana. Karena rumah  terlalu kecil, ruang tamu dan ruang tengah yang sudah digelar karpet mereka  gunakan menjadi tempat tidur. Masih banyak percakapan terjadi di antara keluarga. Sedangkan pengantin baru sudah masuk ke dalam kamar.

Yusa dan Taka sedang berada di dalam kamar kecil yang hanya berukuran sekitar tiga kali empat meter. Tempat tidur berukuran kecil berada di sudut kamar. Lemari yang sedikit reyot karena termakan usia berdiri tepat di seberang tempat tidur. Membuat Yusa jika termenung diatas kasur selalu menatap pantulan dirinya di cermin lemari. Tumpukan novel-novel, alat-alat tulis, laptop keluaran lama, buku-buku diary yang terkunci, semuanya tertata rapi di atas meja kayu, tepat di sudut lain kamar.

Pemilik kamar itu sedang duduk di atas sajadah dan masih menggunakan mukenah meskipun sudah menyelesaikan salat beberapa jam yang lalu. Tentu saja ia merasa canggung dengan hadirnya pria yang sedang sibuk menyelesaikan sebuah misi game yang ada di ponselnya. Pria itu sejak tadi juga tidak beranjak dari kursi meja belajar Yusa.

"Aku kira Risa loh yang mau nikah sama anaknya Mas Cahyadi itu, Mbak. Lha kok malah Yusa. Kaget aku, pacarannya sama Risa nikahnya sama Yusa."

"Bener nggak tuh, Mbak. Denger-denger itu anaknya nggak beres?"

"Nanti Yusa dibuat mainan gimana? Lha wong Yusa itu gampang banget kalo dibohongi."

Yusa melirik Taka ketika mendengar perkataan saudaranya di luar sana. Meskipun mereka hanya berbisik, telinganya masih mendengar sangat jelas. Namun ketika melihat ekspresi Taka, pria itu tidak menunjukkan tanda-tanda jika mendengar percakapan saudara-saudaranya.

"Uuuuggggh ...." Taka menarik tangannya keatas, merenggangkan otot-otot tubuhnya yang beberapa jam berada di posisi yang sama. "Loh, kamu belum tidur, Sa?" tanya Taka ketika melihat Yusa.

Yusa menggeleng. Ia sedikit lega karena Taka tak mendengar gunjingan tentangnya.

"Kenapa? Udah malam loh, ini."

"Kamu tidur aja di kasur, Ka."

Taka berdiri dan menghampiri Yusa kemudian jongkok di depan wanita tersebut. "Tidur aja di kasurmu, jangan pikirkan aku," ucapnya seraya mengusap kepala Yusa. "Aku bisa tidur di lantai atau di kursi."

"Tapi, 'kan—"

Taka berdiri dan menarik tangan Yusa. Ia menarik karet mukanah yang melingkar di kepala Yusa kemudian melepaskan mukenah itu. Ada jilbab instan yang masih dikenakan wanita itu, Taka membantu merapikannya, bahkan menyelipkan kembali anak rambut Yusa yang terdorong keluar karena mukenah yang ditariknya tadi.

"Tidur aja, jangan dengerin kata orang." Senyum kecil terulas di bibir Taka. Tatapannya tajam tapi tak membuat wanita didepannya itu takut.

"Kamu dengar?" Yusa memastikan.

"Sedikit."

"Karena aku, kamu jadi tersudut, Ka."

Taka menggeleng dengan senyumnya yang semakin lebar. "Tidurlah, aku janji tidak akan melakukan apapun yang kamu khawatirkan." Ia menarik tangan kanan Yusa kemudian mengaitkan jari kelingking mereka dan membuat simbol janji. "Kita teman," tegasnya.

Yusa mengangguk. Ia berdiri melipat mukenahnya dan menyimpannya di atas lemari pakaian kemudian menggelar bedcover yang sudah agak tipis di lantai kosong yang ada di antara kasur dan lemari. "Kamu bisa tidur di sini, Ka. Aku akan pinjamkan selimut ke Risa, dia pasti mau meminjamkannya jika untukmu."

Elegi Tawa Niyusa [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now