05

12.7K 1.5K 89
                                    

Baru Yusa ingin menghampiri kamar ibunya, wanita paruh baya itu sudah keluar dengan wajah panik dan menghampiri tamu mereka.

"Suamiku kenapa, Dul? Kenapa bisa ketabrak? Sekarang di mana?" cecar Ibuk, panik.

"Di klinik pertigaan sana, Mbak! Ayo, Mbak!"

Sumi bergegas memakai sandal, tidak memedulikan penampilannya. "Ibuk ke klinik dulu, kamu bangunin adikmu!" ujarnya seraya berlari keluar rumah.

Pagi itu menjadi pagi yang menyeramkan untuk keluarga Yusa. Panik, khawatir dan ketakutan menyelimuti tiga wanita yang kini sedang menunggu di depan ruang tindakan klinik dekat tempat tinggal mereka.

Dari dalam ruangan itu terdengar suara rintihan Bapak, membuat kekhawatiran Yusa, Ibuk dan adiknya semakin meningkat. Hingga seorang perawat menghampiri mereka dan mempersilahkan untuk masuk.

Tangis tiga wanita itu pecah ketika melihat kaki kiri Yudi yang terbungkus gips.

"Kenapa bisa gini sih, Pak? Kok, enggak hati-hati?" tanya Sumi di antara tangisannya.

"Sudah apesnya, Buk. Memang ada maling, tugas Bapak kan ngamanin perumahan," jawab Bapak sambil merintih.

Ketika Sumi sudah sedikit lebih tenang, dokter memberinya penjelasan bagaimana kondisi Yudi saat ini. Yang terparah dari kondisi Yudi adalah kakinya yang patah. Mengingat dia sudah berumur, akan butuh waktu lama untuk menyembuhkan kakinya.

"Untuk administrasinya tolong di urus dulu ya, Buk. Silahkan ke bagian kasir," ujar perawat yang menangani Yudi.

"Risa, kamu urus administrasi Bapak kamu ya?"

"Risa kan belom gajian, Buk! Mau bayar pakai apa? Uangku udah nipis," bisik Risa.

"Kamu nggak punya tabungan?" tanya Yusa.

"Nggak lah, kebutuhanku banyak!" jawab Risa sinis.

"Mbak ... apa nggak bisa administrasinya besok pagi?" tanya Sumi.

"Nggak apa, Buk. Besok pagi aja," sahut dokter yang masih berada di bibir pintu. "Pindahin dulu Bapaknya ke kamar pasien, saya yang jadi jaminan untuk mereka."

"Alhamdulillah ... terima kasih, dokter!" Sahut Sumi dan Yusa.

Sambil menunggu Yudi dipindahkan ke ruang rawat inap, Sumi mengajak dua putrinya untuk berdiskusi. Sumi meminta Risa untuk meminta bantuan Taka, tapi Risa lekas menolakya.

"Kenapa, sih? Kamu minta berapa juga pasti dikasih sama Taka!" desak Sumi.

"Aku udah putus sama dia, Buk!"

"Putus?" Sumi dan Yusa sama-sama terkejut mendengar jawaban Risa.

"Kenapa bisa putus sih, Nduk? Kamu bikin salah apa? Taka kelihatannya sudah berubah, nggak pernah bawa cewek-cewek ke rumah belakangan ini. Atau jangan-jangan dia cemburu lihat kamu sering diantar jemput atasan kamu?" cecar Sumi.

Risa hanya memutar bola matanya, malas menanggapi pertanyaan Ibunya.

"Udah bagus kamu jalin hubungan sama Taka! Kenapa malah putus, sih?"

"Buk! Bukan waktunya mikirin itu!" Yusa mulai kesal dengan tingkah Ibunya.

Sentakan Yusa menyadarkan sumi atas kondisi suaminya. Ia kembali dibuat bingung, dengan apa membayar biaya pengobatan suaminya?

"Sa! Kamu pinjem Pak Cahyadi, ya?" pinta Sumi pada Yusa.

"Mana berani Yusa lakuin itu, Buk?" tolak Yusa.

"Ibuk masih punya tanggungan sama dia, Nduk. Segan kalau mau pinjem lagi," jelas Sumi.

Yusa terlihat berpikir, kemudian ia menatap Risa. Tapi Risa langsung membelalakkan matanya, mengancam agar Yusa mengurungkan apapun yang ingin dikatakannya.

Elegi Tawa Niyusa [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now