12

24.3K 1.2K 141
                                    

"Anik, Sima! Udah selesai belom makannya. Bantuin beres-beres di dapur!" teriak Sumi memanggil keponakannya.

"Bentar, Budhe! Dikit lagi!"

"Udah, Taka. Kamu ke depan aja, habis ini sarapan." Sumi menarik menantunya, "Masa' pengantin baru malah kerja gini," ujarnya segan.

Taka hanya mengulas senyum kecil seraya menghampiri Yusa. Sedangkan Sumi pergi meninggalkan dapur.

"Aku bikinin kopi dulu, Ka. Kamu duduk dulu," ujar Yusa seraya menunjuk kursi kayu di samping meja makan.

Taka duduk dan memperhatikan wanita itu meracik secangkir kopi di meja makan.  Sorot matanya ikut ke manapun Yusa pergi dengan banyak pikiran di kepalanya.

"Kamu nggak ke toko hari ini?"

"Kamu mau ke mana hari ini?"

Keduanya tertawa kecil kecil ketika kompak bertanya satu sama lainnya. 

"Libur dulu, lah. Masa' pengantin baru udah disuruh kerja. Kejam amat Ayahku," jawab Taka, mendapat respon senyuman lebar dari Yusa. "Kamu sendiri?"

"Ada sesuatu yang harus aku selesaikan, Ka."

"Aku antar."

"Aku naik angkot saja," tolak Yusa.

"Aku antar, Sa."

Yusa terdiam, ia baru saja menyelesaikan adukan kopinya. "Aku takut naik motormu, Ka," ucapnya lirih membuat Taka tertawa.

"Mau aku antar pake mobilnya Ayah apa pake motor matic-ku?" tanya Taka.

"Matic aja, Ka."

"Oke. Nanti sekalian pergi lihat rumahku, ya?"

Yusa mengangguk.

🍂🍂🍂


Sebelum matahari naik terlalu tinggi, Yusa dan Taka sudah pergi menuju sebuah bank swasta. Taka tak mencari tahu tujuan Yusa. Melihat proses yang dilakukan Yusa di depan teller bank sudah memberi jawaban atas pertanyaannya. Ia tak menyangka uang mahar yang ia berikan dibuat membayar hutang. 

Kini terjawab sudah alasan kenapa Yusa menangis malam di mana wanita tersebut meminta bantuannya. Bukan hanya sekedar untuk keluar dari rumah itu, tetapi juga untuk sebuah hutang keluarganya.

Usai dari menyelesaikan masalah di bank, Taka mengajak Yusa pergi ke rumahnya yang terletak di salah satu perumahan mewah tengah kota Malang. Bukan rumah yang diberikan Cahyadi, Taka membeli dengan hasil jerih payahnya sendiri.

Taka memang terlihat slengekan, tapi pria itu mampu menghidupkan kembali usaha furniture Ayahnya yang hampir bangkrut. Sejak Cahyadi sakit-sakitan, Toko dikelola oleh orang kepercayaan Cahyadi, karena Taka saat itu masih kuliah. Namun banyak kerugian yang didapatkan dan hampir saja mengalami kebangkrutan. Akhirnya, beberapa bulan lalu Cahyadi meminta bantuan Taka yang baru menyandang gelar Sarjana setelah hampir enam tahun menjadi seorang mahasiswa itu agar mau mengelola satu-satunya usaha keluarga.

Berat bagi Taka, karena ia terbiasa hidup bebas semaunya sendiri. Kini ia punya rutinitas baru, mengelola toko. Sehari dua hari ia tak acuh, dan hanya asal-asalan menjaga. Malam ia harus menjadi DJ di salah satu club malam, jam delapan ia harus bekerja. Tetapi, ia mulai bosan karena sehari-hari menjaga toko dengan bermain game, melihat para pegawainya hanya diam  karena tidak mendapat pelanggan. Akhirnya, ia mengubah strategi penjualan dengan konsepnya dan toko menjadi ramai seperti sebelum-sebelumnya.

"Ini rumahku."

Taka menghentikan motor matic-nya di depan sebuah rumah yang paling berbeda dengan bangunan di sebelah-sebelahnya. Jika rumah di sebelahnya bisa full bangunan, rumah Taka justru lebih luas halamannya dari pada bangunannya. 

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 12, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Elegi Tawa Niyusa [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now