07

12.1K 1.4K 84
                                    

Tiga hari sudah Yudi mendapat perawatan di klinik dan selama itu pula Yusa yang menggantikan Ibuknya berjualan. Entah beruntung atau tidak, dalam tiga hari itu Taka selalu membantunya berjualan. Ia sangat terbantu, namun gunjingan dari tetangga membuatnya merasa risih. Sampai saat usai pengajian malam ini, ia mendapat teguran dari beberapa Ibu-ibu.

"Nggak baik, Sa. Kamu itu muslimah, tapi sejak langit masih gelap sudah ada pria yang bukan mahram di rumah kamu."

"Maksud Ibu, Taka?" tanya Yusa dan mendapat anggukan dari beberapa Ibu-ibu di depannya. "Tapi saya tidak sampai kelewat batas, Bu. Taka hanya membantu saya," jelas Yusa.

"Kamu bisa minta bantuan adik kamu kan, Sa? Dilihat orang juga nggak enak, kamu jualan berdua sama Taka. Nggak baik, Sa. Kami mengingatkan untuk kebaikan kamu"

Usai mendapat teguran dan nasihat itu membuat Yusa pulang ke rumah dengan berpikir ulang mengenai dekatnya dia dan Taka beberapa hari ini.

Tidak bisa dipungkiri, ia merasa senang ketika Taka kembali masuk dalam kehidupannya. Ia mempunyai teman untuk berbicara lagi.

"Udahlah ... kasian dia, nggak tega aku. Anaknya polos banget."

Yusa mendengar suara Taka. Ia melihat beberapa pemuda sedang bergerombol di gazebo yang ada di sudut persimpangan jalan utama perumahannya..

"Kau kan belum sampai berhasil ngajak dia keluar. Belum dianggap selesai tuh hukumanmu!" sahut pemuda bertato di lengan tangannya.

"Sumpah! Nggak tega aku. Dia kakak mantanku juga. Kalo kakaknya kubuat mainan, bisa-bisa Risa nggak mau kuajak balikan."

"Haalaaaah, bilang aja kau malu jalan sama cewek gituan?"

"Bukannya itu memang rencana kalian buat bikin aku malu? Bangsat emang kalian! Udah tahu si Boby ngincer dia malah dikasih aku!"

Mendengar percakapan dan gelak tawa Taka bersama teman gengnya membuat air mata Yusa menetes. Ia ingin melewati jalan lain, tapi ini adalah jalan satu-satunya dari masjid menuju ke rumahnya.

Berdirinya Yusa beberapa meter dari Gazebo mulai disadari salah seorang dari gerombolan pemuda tersebut. Ia memberi isyarat untuk tidak melanjutkan percakapan dan memberitahu keberadaan Yusa. Taka yang menyadari itu sedikit kaget ketika melihat wanita berhijab itu berlari melewatinya.

"Dia denger deh, Ka!"

"Jadi hukumanku selesai nih, ya?" Taka terlihat senang terbebas dari tantangan teman-temannya.

"Gila kau, Ka! Nggak ada rasa bersalahnya nih Cecunguk!"

"Lah, dia kan pasti denger obrolan kita. Aku buat gini gegara siapa?"

"Savage banget Cecunguk satu ini!"

Baru saja ia merasakan sedikit kebahagiaan, ia harus berteman lagi dengan lara dan kecewa. Taka benar-benar bukanlah orang yang ia kenal dulu. Pria itu baik padanya hanya karena permainan teman-temannya.

Meskipun sedang tidak ada orang di rumah, Yusa tetap menangis dalam diam di kamar. Ada sedikit penyesalan, kenapa ia harus mendengar semua itu. Bukankah lebih baik jika dia tidak mendengarnya dan menerima kebaikan Taka tanpa berpikir macam-macam. Meskipun pada akhirnya pria itu akan meninggalkannya lagi.

Dari tempat tidur, ia memandang pantulan dirinya di cermin lemari. Kedua alisnya tak terlalu tebal, matanya tak terlalu lebar juga tidak terlalu sipit berhias rambut-rambut pendek yang lentik di kelopaknya. Hidungnya tak terlalu mancung dan bibirnya tipis, polos dan sedikit kering. Semua itu terbingkai rapi di wajah lusuh tak berseri, seperti layaknya wanita seumurannya.

Elegi Tawa Niyusa [SUDAH TERBIT]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum