Chapter 8. Expectations

513 108 19
                                    

⌜𝙎𝙪𝙛𝙛𝙤𝙘𝙖𝙩𝙚𝙙 (adj.) 𝑓𝑒𝑒𝑙𝑖𝑛𝑔 𝑡𝑟𝑎𝑝𝑝𝑒𝑑 𝑎𝑛𝑑 𝑜𝑝𝑝𝑟𝑒𝑠𝑠𝑒𝑑⌟

─────────────────────

(Notes: Ini cuma side story (bonus gitu ceritanya wkwkw)--bisa di-skip kalau mau, karena enggak mengubah alur cerita, tq!)

---------------

Sewaktu kecil, Bakugou dan Midoriya pernah tidak sengaja bertemu dengan seorang anak lelaki di taman komplek rumah mereka. Ia duduk pada ayunan seorang diri, memandangi senja yang oranye di kejauhan. Ketika ia dan Midoriya menghampirinya, mereka bisa melihat sebuah perban menutupi sebagian wajah sebelah kirinya. Ujung bibirnya memar keunguan dan beberapa bagian lengannya lebam. Alih-alih bertanya 'siapa kalian?' atau bilang, 'hai, namaku ...', Bakugou dan Midoriya masih sama-sama ingat hal pertama yang anak itu katakan.

"Bisa dorongin ayunannya? Aku enggak bisa, kaki enggak sampai tanah."

Mereka ingat anak itu meluruskan kaki, memberi bukti jika kakinya memang tidak cukup panjang menapaki tanah. Waktu itu mereka bisa lihat lebam yang sama ungu pada kakinya. Bakugou dan Midoriya kecil pada saat itu saling melirik, mendadak ada yang mekar di hati mereka hingga tidak sadar keduanya melebarkan senyum.

"Bisa!" anak lelaki pada ayunan itu tersenyum lebar.

Beberapa hari dari pertemuan itu Bakugou akhirnya tahu jika anak itu bernama Todoroki Shouto. Tinggal pada rumah yang sangat besar di ujung komplek. Ayahnya sangat terkenal, sering muncul di televisi setiap kali olimpiade Taekwondo diadakan, sedangkan ibunya (katanya) baru meninggal dua minggu lalu karena sakit. Sejak saat itu juga Bakugou mulai bertanya-tanya tentang mengapa begitu sering ambulans melewati rumahnya, membawa Todoroki atau kakaknya yang paling tua ke rumah sakit.

Suatu malam, ketika Bakugou berlari ke sembarang arah dari rumahnya--ketakutan setengah mati setelah mendapat beberapa pukulan gagang sapu dari ibunya--ia lagi-lagi mendapati Todoroki sedang duduk di ayunan taman komplek. Memandangi bulan bulat yang seolah ingin ia tuju. Setelah Bakugou kecil mengelap semua air mata dan ingus dengan kausnya, ia menghampiri Todoroki yang langsung menyambutnya dengan senyuman. Perban pada wajahnya sudah tidak ada, tetapi di sekitar mata kirinya ia melihat warna gelap pada kulit yang agak keriput. Bakugou bertanya-tanya, apakah itu sakit? Kenapa warna lensa mata kirinya begitu pudar?

"Kamu oke?"

Bakugou menggeleng, ia melihat Todoroki susah payah turun dari dudukan ayunan. Anak dengan rambut merah itu menunjuk tungkai kakinya, "Sakit, ayah pukul soalnya belum bisa dol--doll apa, hmm--dollyo chagi hari ini." katanya sambil tercengir-cengir. Sementara Bakugou mengernyit, tidak paham dengan istilah yang Todoroki katakan.

Todoroki tiba-tiba menarik tangan Bakugou, mengajaknya duduk pada pinggiran pembatas kolam pasir. Ia menunjuk beberapa bagian pada kedua lengan Bakugou yang kelihatan mulai hijau, "Itu sakit?" tanyanya, membuat Bakugou segera menggigit bibir, mengangguk sambil menahan air mata.

"Oh, Bakugou, is' okay, nanti ilang." Todoroki menepuk-nepuk pundak Bakugou lalu mengeluarkan sesuatu dari saku celana pendeknya, "Fuyumi-nee punya obat ajaib, sekali oles, sakitnya ilang." ia menyapukan sejumput krim memar pada lengan Bakugou, memberikan tube krim memar itu pada Bakugou setelah menutupnya kembali dengan rapat, "Untuk Bakugou." katanya.

[Todoroki Shouto | Bakugou Katsuki] Suffocating Book I: Suffocatedजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें