8. Rasa benci

2.1K 205 20
                                    

Kalo ada typo tandain ya:)

Jangan lupa vote dan komen😉

-Happy Reading-

Cinta saja tidak memerlukan alasan, lalu apa benci juga seperti itu?

Awan bergegas keluar dari supermarket tempatnya bekerja. Entah kenapa, cuaca akhir-akhir ini selalu berubah. Padahal siang tadi, sangat terik. Namun, sekarang lihatlah hujan kembali turun.

Awan berlari menembus hujan, ini sudah terlalu malam. Ia khawatir Biru akan kelaparan karena menunggunya.

Karena tak terlalu memperhatikan jalan dan juga derasnya hujan membuat pandangan Awan tak jelas. Namun, saat sebuah cahaya menyorot tubuhnya. Awan langsung menegang, otaknya seperti tak bisa diajak berpikir.

Ia hanya terdiam dengan tangan yang memegang erat tasnya.

Suara decitan antara ban mobil dengan aspal itu memenuhi pendengaran Awan. Ia memejamkan matanya kuat, tetapi tubuhnya baik-baik saja. Awan menghela napas berat, ia pikir mobil itu akan menabraknya.

Sang pengendara mobil yang geram melihat itu, langsung keluar. Tak memedulikan tubuhnya yang basah kuyup.

Menatap laki-laki culun di depannya dengan penuh amarah, Langit langsung memegang kerah baju Awan. Ya, orang yang hampir menabrak Awan adalah Langit.

"Bangs*t, lo mau mati?" geram Langit. Niat ingin pergi berkumpul bersama temannya. Ia malah dipertemukan dengan Awan.

Awan berusaha melepaskan tangan Langit dari kerah bajunya. Namun, Langit tak juga melepaskannya. Ia malah terkekeh menatap ke arah Awan yang mengernyitkan dahi bingung.

"Lo ngapain siang tadi sama Sasya, udah bosen hidup?"

"A-aku, gak sengaja ketemu dia," jawab Awan bergetar karena kedinginan.

"Ck. Jangan-jangan Sasya nolak gue, karena lo lagi," tebaknya seraya melepaskan tangan dari kerah baju Awan yang langsung menegang saat mendengar tuduhan dari Langit.

Jika Sasya menolak Langit, bukannya itu hal wajar. Sasya cantik dan baik, tak mungkin ia akan mau dengan Langit yang urakan dan terkenal nakal.

"Kebetulan, gue lagi butuh pelampiasan! Ikut gue," ujarnya seraya menarik tangan Awan agar masuk ke dalam mobilnya.

Awan langsung meronta, dan hendak kabur dari Langit. Namun, pergerakannya dapat dibaca oleh Langit. Dengan sekali tarikan, tubuh Awan terhempas masuk ke dalam mobilnya.

"Lang, aku mau pulang. Please, aku bakal nurutin semua perintah kamu."

Langit tak menghiraukan permohonan Awan, ia melajukan mobilnya ditengah derasnya hujan.

Awan bingung, ke mana Langit akan membawanya. Seharusnya ia sudah berada di rumah saat ini. Biru pasti khawatir dan menunggunya.

Sedangkan di rumah, Biru nampak tak tenang. Ia terus saja mondar-mandir tak jelas. Menunggu sang abang pulang. Bahkan nasi dan lauk yang ia masak tadi, dibiarkan begitu saja. Rasa laparnya telah hilang terganti dengan rasa cemas.

"Abang, ke mana sih?" tanyanya entah pada siapa. Hujan semakin deras, tetapi Awan belum juga pulang. Ini juga sudah lewat jam kerja sang abang.

Biru duduk di sofa, pandangannya terus saja tertuju pada pintu kontrakan. Berharap Awan cepat pulang. Karena terlalu lama menunggu, Biru akhirnya tertidur.

Mobil yang dikendarai oleh Langit berhenti di depan sebuah bangunan yang terlihat sangat sepi.

Awan merasa was-was, takut dengan apa yang akan Langit lakukan padanya.

Sasya's Diary [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang