44. Awal

1.8K 172 5
                                    

Kalo ada typo tandain ya:)

Ada yang nungguin update, gak??

Jangan lupa vote dan komen😉

-Happy Reading-

"Langit, nanti beli makanan ya, aku lapar." Pinta Sasya saat keduanya sudah masuk ke dalam mobil. Mereka akan pulang, karena bel pertanda jam pelajaran berakhir sudah sedari tadi berbunyi. Bahkan, semua sahabat mereka sudah pulang duluan.

Langit mengangguk, lalu mendekatkan tubuhnya ke arah Sasya. Tangannya terulur memasangkan seatbelt yang sama sekali tidak Sasya pasang. Hanya sebuah perlakuan biasa, tetapi begitu berdampak bagi Sasya.

Pipi perempuan itu tampak terlihat merah, menahan malu sekaligus rasa senang yang bercampur menjadi satu.

"Kebiasaan, lain kali harus dipakai seatbelt-nya. Kalo nanti kenapa-kenapa, gimana?" tutur Langit seraya mulai menghidupkan mesin mobilnya, lalu mobil itu melaju keluar dari gerbang. Meninggalkan pekarangan SMA Jaya.

Sasya tersenyum tipis melihat wajah kesal Langit karena ulahnya yang selalu tidak mau memakai seatbelt. Sasya membiarkan sebelah tangannya digenggam oleh Langit. Bahkan saat Langit mencium punggung tangannya itu berkali-kali, Sasya hanya diam.

"Aw! Jangan digigit," kesal Sasya seraya melepaskan tangannya dari genggaman Langit yang kini terlihat tertawa puas.

Selalu ada cara Langit yang membuat Sasya senang dan kesal dalam satu waktu yang sama. Laki-laki yang dulunya begitu kasar, bahkan selalu memperlakukan ia tak layak. Kini telah berubah, tetapi terkadang Langit juga masih tidak bisa mengontrol amarahnya. Namun, yang menjadi berbeda adalah ia tidak pernah lagi melampiaskan semuanya pada Sasya.

"Ngambek?" kekeh Langit saat menatap Sasya yang kini memfokuskan penglihatannya ke arah luar jendela. Menatap beberapa pengendara lain yang juga berhenti saat lampu merah menyala.

Sasya menggeleng pelan, menjawab pertanyaan dari Langit tadi bahwa ia tidak marah. Berbeda dengan wajahnya yang kesal. Mood perempuan itu memang sering berubah-ubah, mungkin karena Sasya sedang mengandung dan Langit bisa memahami itu.

Lampu sudah berubah menjadi hijau, dengan segera Langit melajukan mobilnya. Setelah beberapa menit di perjalanan, akhirnya Langit memberhentikan laju mobilnya di depan sebuah rumah makan yang akhir-akhir ini menjadi tempat kesukaan Sasya.

Seketika wajah perempuan itu berbinar bahagai dan Langit bisa melihatnya, ia juga ikut tersenyum dan segera melepaskan seatbelt miliknya dan juga Sasya.

"Ayo cepetan. Aku lapar, Lang!" ujar Sasya tak sabaran saat Langit masih berusaha membuka seatbelt itu.

Setelah lepas, Sasya bersiap untuk membuka pintu. Namun, Langit lagi-lagi menahan pergerakkannya membuat Sasya mendengus kesal dan terpaksa duduk lagi.

"Cepat besar, ya." Langit mencium perut Sasya tiba-tiba, tak lupa laki-laki itu juga menggusap perut Sasya berkali-kali.

"Lang, udah. Aku lapar," kesalnya. Langit pun akhirnya menjauhkan wajahnya dari perut Sasya dan segera turun. Ia menyuruh Sasya untuk berdiam saja di dalam.

"Silakan keluar, tuan putri!" Langit membukakan pintu mobil untuk Sasya.

"Jangan bikin malu, deh!" Bukannya berterima kasih, Sasya malah langsung berjalan meninggalkan Langit yang hanya terkekeh. Lalu ia menyusul langkah Sasya.

Keduanya masuk ke dalam rumah makan sederhana yang menyajikan berbagai macam makanan itu. Tak ada yang begitu istimewa menurut Langit, rumah makan ini sama seperti rumah makan biasa lainnya. Ah, iya semenjak mendapat maaf dari Sasya, Langit selalu saja menuruti permintaan wanitanya ini. Bahkan yang dulunya ia jarang atau tidak pernah sama sekali makan di tempat sederhana seperti ini, kini harus terbiasa, karena bagi Langit apa yang membuat Sasya bahagia, akan ia lakukan bagaimana pun.

Sasya's Diary [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang