17. Kenangan

1.6K 153 57
                                    

Kenangan itu bentuk pengingat untuk kita mengenang seseorang dalam waktu dan kejadian tertentu. Terlebih, untuk seseorang yang tidak bisa kita miliki.

–Kinanti Pratiwi–

-----------------------------------------------------------

Hari itu satu minggu setelah status keduanya berubah. Sekitar dua bulan lebih saling mengenal, Gibran mengetahui beberapa hal tentang Kinan. Pertama, Kinan bukan berasal dari keluarga yang tidak mampu seperti dugaannya.

Kedua, mengenai pengusiran Kinan dari rumahnya. Kinan tidak benar-benar diusir. Setiap satu bulan sekali keluarganya selalu datang menengok. Gibran memang belum pernah bertemu dengan mereka. Tapi setiap mereka selesai datang, kondisi kamar kontrakan Kinan akan berubah. Dalam artian yang lebih baik.

Ketiga, perihal ponsel yang dijual untuk membetulkan kamera yang rusak itu benar adanya. Gibran sendiri yang mengantar Kinan ketika mengambil kamera yang sudah selesai diperbaiki, sekitar tiga minggu yang lalu. Ajaib bukan?

Gibran berniat untuk membelikan Kinan ponsel, tapi gadis itu menolaknya. Padahal dia hanya khawatir ketika Kinan bekerja sampai malam. Kalau ada ponsel, setidaknya Kinan bisa mengabarinya. Atau meminta tolong ketika dia tersesat saat pulang. Tidak membuat Gibran mondar-mandir di depan kontrakan dengan perasaan was-was. Seperti yang sudah terjadi beberapa kali.

Keempat, Kinan itu malasnya minta ampun. Merujuk pada perubahan kamar Kinan, setelah kedatangan keluarganya kamarnya pasti rapih. Biasanya Gibran juga meluangkan waktu untuk sekadar menyapu, atau membereskan barang-barang Kinan yang berserakan. Termasuk pakaian dalamnya.

Iya, Kinan sejorok itu. Wajah Gibran merah seperti tomat ketika pertama kali menemukan pakaian dalam Kinan di dekat pintu. Merasa malu sendiri ketika memunguti benda yang hanya dipakai mahluk perempuan itu. Berbeda dengan sekarang, wajah Gibran terlihat datar ketika menemukan benda tersebut. Dia mendesah sebelum mengulurkan tangan, mengambil pakaian dalam Kinan. Mengangkatnya lalu untuk pertama kalinya, memperhatikannya dengan seksama.

Kinan seketika dibuat heran dengan kelakuan Gibran. “Lo ngapain?”

Bukannya menjawab, Gibran justru melirik tubuh Kinan. Lalu kembali lagi dengan bra merah jambu di tangannya. Begitu terus sampai beberapa kali, baru kemudian berkata. “Gue baru sadar, tenyata ukuran lo kecil ya.”

Sontak saja mata Kinan membola. Kakinya melangkah lebar ke arah Gibran. Merebut paksa bra-nya dari tangan lelaki itu. “Mesum Lo,” desisnya dengan mata memicing.

Diikutinya pergerakan Kinan yang menyimpan bra merah jambu itu di keranjang pakaian kotor. Seharusnya, Kinan melakukannya setiap hari. “It’s okay,” ucap Gibran tiba-tiba dengan nada menenangkan. “Lo kan masih kecil.”

“Diem gak lo!” ancam Kinan dengan lirikan tajam.

Tidak menanggapi ancaman gadis itu, Gibran malah semakin menjadi. “Mungkin beberapa tahun lagi ukurannya nambah. Itu pun kalau lo tumbuh dengan baik sih,” ujarnya diakhiri senyum miring.

“GIBRAN MESUM!”

Bertepatan dengan teriakan itu, keranjang baju kotor melayang ke arah Gibran. Beruntung refleks lelaki itu bagus, sehingga bisa terhindar dari lemparan Kinan. Gadis itu langsung melangkah cepat, mengambil keranjang kotor dan memungut isinya yang berceceran. Dia menepis tangan Gibran yang berniat membantunya. Tidak mau kalau lelaki itu kembali meledeknya.

Sampai dimana tadi? Bagian keempat ya, berarti selanjutnya yang kelima. Kinan belum bisa memasak dan itu hal wajar. Tetapi tidak wajar ketika Kinan memutuskan untuk tinggal sendiri, yang berarti harus melakukan semua kegiatannya sendiri, termasuk memasak. Maka selama dua bulan ini, Gibran mengajari Kinan memasak. Sekarang Kinan sudah bisa menggoreng telur dan memasak mie instan. Setidaknya ada kemajuan. Gibran tidak tahu saja, diusia dewasa nanti, hanya dua hal itu yang bisa diolah oleh Kinan.

Hello, Ex-Boyfriend! (End) ~ sudah terbitWhere stories live. Discover now