11. Tragedi

1.7K 181 21
                                    

Mantan yang khawatir itu kayak pacar yang lagi perhatian sebelum putus, jadi bedanya apa?

–Kinanti Pratiwi–


-----------------------------------------------------------

Rasanya usaha Kinan untuk menghindari Gibran tidak ada artinya. Sebab kini, dia justru datang sendiri ke rumah lelaki itu. Tidakkah takdir selucu itu?

Menghela napas, tangan Kinan memutar-mutar sedotan di gelas berisi jus jeruk. Ketika yang lain sibuk, dia hanya duduk sendiri di pojokan. Sesekali memerhatikan kesibukan orang-orang di sekitarnya.

Di pojok lain, ada Raya yang sedang make up ditemani Wiyanti–Ibu dari Gibran. Keduanya tampak asik mengobrol entah membicarakan apa. Sesekali tertawa ketika topik pembicaraan mereka cukup lucu. Contoh hubungan calon menantu dan mertua yang baik. Jangan lupakan kehadiran Gibran yang beberapa kali menyahuti obrolan. Lelaki itu sudah siap sedari tadi dan sibuk dengan ponselnya.

“Duh Bang Fer! Ini kabelnya agak di geser ke sana dong. Bahaya kalau ada yang kesandung.”

Suara Neta yang sedang mengatur para kru membuat Kinan menoleh. Tampak Feri segera menggeser kabel yang terhubung dengan soft box, sebuah alat yang berfungsi untuk memberikan efek cahaya agar lebih halus. Soft box ini bentuknya mirip dengan televisi tabung. Di letakan di sisi kiri dan kanan objek yang akan di foto. Soft box juga disangga oleh light stand, berbentuk seperti tiang dengan tiga kaki.

“Heran gue, perasaan bawaannya marah-marah mulu dari tadi,” keluh Neta begitu bergabung dengan Kinan.

Kinan menyeruput minumannya hingga tidak tersisa sebelum menyahut, “kalau lo gak marah-marah, gue yang heran.”

Fakta nyata yang dilemparkan Kinan mampu membuat Neta meringis. Sudah jadi kebiasan Neta selalu marah-marah untuk kesalahan sekecil apa pun. Tidak akan ada yang menyangka, jika perempuan yang tampak easy Going dan sangat sopan itu begitu mengerikan saat bekerja.

“Fotonya mau gimana?”

Mendengar pertanyaan Kinan, mata Neta memicing. “Lo gak dengerin omongan gue?”

“Emang kapan lo ngomongnya?”

“Semalem Nan. Jangan bilang lo molor waktu gue ngomong ampe berbusa?”

Kinan tampak berpikir, ingatannya tertarik ke dua malam yang lalu. Saat itu Neta meneleponnya jam sebelas malam. Kinan yang sudah tidur terbangun ketika ponselnya berbunyi. Usai mengangkat panggilan dari Neta dan mengaktifkan pengeras suara, dia hanya meletakan ponselnya di bawah bantal. Membiarkan Neta bicara sampai berbusa, mengutip perkataan perempuan itu tadi. Sementara matanya kembali terpejam. Sesekali menggumam sebagai sahutan, tanpa benar-benar tahu apa yang didengarnya.

“WAH LO BENERAN MOLOR NAN!”

Seruan Neta berhasil menarik kesadaran Kinan. Tidak hanya Kinan, beberapa orang tampak melirik–walau hanya sekilas–sebelum kembali pada kegiatan masing-masing. Tidak cukup membuat mereka penasaran dengan suara Neta yang amat nyaring. Terlebih para kru, yang sudah biasa mendengarnya. Apalagi Neta juga berbicara dengan Kinan. Kedua orang yang sama-sama menyeramkan ketika bekerja.

“Yeh, salah lo juga yang gak liat waktu,” elak Kinan cepat. “Malem itu waktunya tidur, bukan kerja.”

“Ya lo kan bisa bilang, Net kita bahas nanti aja ya, gue ngantuk mau molor.”

Kinan mengibaskan tangannya tampak tidak peduli. Mengambil kameranya, perempuan itu justru bangkit. Meninggalkan Neta yang masih menggerutu akibat ulahnya. Memilih untuk melihat lebih dekat bagian tepi kolam renang, lokasi yang dipilih untuk pemotretan konsep kedua. Hingga Neta menyusulnya.

Hello, Ex-Boyfriend! (End) ~ sudah terbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang