5. Masih Konsep Pertama

1.7K 178 18
                                    

Jangan mengharapkan keadilan ketika kita adalah tersangka dari ketidakadilan.

-Kinanti Pratiwi-

-----------------------------------------------------------

Orang-orang mengenal Gibran Revaldi sebagai seorang chef yang wajahnya sering menghiasi acara masak-memasak di televisi. Wajah tampan ditunjang dengan kemampuan memasak melebihi spesies perempuan biasa itu mulai dikenal sejak tahun 2017 sampai sekarang. Namanya melejit usai mengikuti kompetisi memasak tingkat Asia dan berhasil menjadi juara pertama.

Sepulangnya dari kompetisi memasak itu, Gibran tak hanya membawa kemenangan juga hadiah. Kepulangannya disambut begitu antusias oleh masyarakat Indonesia. Selanjutnya lelaki itu mulai mengisi acara-acara yang berhubungan dengan memasak tentu saja. Fakta lain yang diketahui orang, Gibran merupakan anak dari pemilik hotel tempat lelaki itu bekerja sekarang. Hotel besar yang berdiri dengan megah di Jakarta dan beberapa kota lain. Benar-benar contoh lelaki yang melewati standar ibu-ibu sebagai calon menantu. Tampan dan juga mapan.

Namun bukan itu yang membuat Kinan menyukai Gibran dulu. Gibran yang Kinan kenal hanya sosok berandalan pada masa itu. Lelaki ketus dan menyebalkan yang bahkan hampir tidak mau menyelesaikan pendidikan menengah atasnya.

Gibran sosok laki-laki pertama yang membuat hatinya berdebar bahkan hanya dengan suara ketusnya. Sosok yang mampu menimbulkan butterfly efect dalam perutnya hanya dengan senyum tipis. Sosok yang mampu membuat kakinya lemas seketika, ketika bibir lelaki itu menempel di keningnya. Sosok yang hadir bagai harapan baru bagi Kinan sebelum menghancurkan harapan itu sendiri. Membuat Kinan sempat ragu dengan mimpinya sendiri, bahkan tangannya sampai enggan menyentuh kamera selama beberapa hari.

“OKE!”

Teriakan Suta membuat Kinan tersadar dan segera menarik tangannya dari Gibran. Mengambil beberapa langkah mundur dengan mata yang menelusur sekitar, asalkan jangan wajah Gibran. Lalu dengan langkah gemetar, beranjak mendekati Suta untuk melihat hasilnya. Sekaligus untuk menghindari dari Gibran secepat dan sejauh yang dia bisa. Tanpa tahu tatapan Gibran selalu mengikuti langkahnya menuju Suta.

“Nah gitu Mas ekspresinya. Senyumnya gak perlu panjang kayak jalan tol, yang penting tulus. Tubuhnya juga jangan terlalu kaku, kan bukan foto ijazah kalau kata Kinan,” jelas Suta kepada Gibran setelah memberikan kameranya kepada Kinan diiringi senyum.

Sebagai balasan Gibran tersenyum lalu mengangguk. Seolah baru mengerti apa kesalahannya sejak tadi. Jadi dengan kepercayaan diri, Gibran meminta mereka untuk kembali mencoba. Dia sudah tahu bagaimana melewati sesi foto ini sesuai arahan Kinan.

“Lo juga Nan, udah cocok jadi model. Gak mau coba kerjaan baru?” tanya Suta kepada Kinan yang sedang melihat hasil foto dirinya dengan Gibran.

“Kenapa, lo takut saingan sama gue?”

“Ngapain gue takut sama orang jorok kayak lo.”

Mata Kinan mendelik, tangannya juga terulur hendak mencubit pinggang Suta yang kali ini siap menghindar. “Lo ngapain sih masih di sini? Kalau nganggur mending gantiin gue deh.”

“Lah kan gue udah kasih tahu alasannya.”

Mengabaikan Suta Kinan beralih kepada Raya dan Gibran dengan tangan. “Well, matahari terbitnya udah lewat. Jadi mungkin kita harus lanjut besok. Atau kalau kalian mau kita bisa ambil momen saat matahari terbenam.” Kinan memberi saran. Ini memang masih pagi, tapi momen saat matahari terbit sudah terlewati. Jadi akhirnya Kinan memberi saran dan menyerahkan keputusan kepada mereka.

Hello, Ex-Boyfriend! (End) ~ sudah terbitWhere stories live. Discover now