2. Maju terus

77 16 1
                                    


Dengan berat hati Maila terpaksa menemui Rio, tetangga beda kelurahan yang mulai mengejarnya sejak setahun lalu. Maila bukannya tidak tahu bagiamana sepak terjang Rio, dia sudah sering mendengar tentang siluman buaya kayang itu. Bahkan sering juga ia memergoki Rio tengah bermesraan dengan perempuan tidak mampu, karena memakai baju sobek di sana sini terutama dibagian yang menonjol.

Setelah memarkirkan mobilnya di depan restoran yang disebutkan oleh Handi, Maila melangkah dengan gusar memasuki restoran.

"Kenapa harus ketemu di sini, sih, gue 'kan juga punya tempat makan!" rutuk Maila seraya melongokkan kepalanya mencari sosok tampan nan rupawan tapi bajingan, yang memintanya datang kemari.

Lambaian tangan dari sebuah meja tertangkap oleh indra penglihat Maila. Setelah menarik napas dalam dan menghembuskan keras, Maila menghampiri Rio yang menunggunya dengan senyum manisnya, andai dia bukan siluman buaya kayang.

"Udah lama nunggu?" Maila berbasa-basi.

"Lumayan," jawab Rio dengan senyum manisnya.

"Bagus, deh," gumam Maila acuh.

Rio mengabaikan sikap Maila, dia dengan semangat menunjukkan buku menu pada Maila.

"Air mineral dari pegunungan aja," Maila memesan tanpa membuka buku menunya.

"Makanannya?"

"Lo lupa kalo gue juga pengusaha makanan? Gue makan di Watemaki," kata Maila menolak.

Rio pun mengalah lalu memanggil pelayan dan memesan menu untuknya dan air mineral untuk Maila.

"Gue nggak mau basa-basi, apalagi nemenin lo makan di sini. Gue cuma mau bilang, lo jangan ganggu gue maupun keluarga gue lagi, karena jawaban gue masih sama kayak sebelumnya. Dan nggak akan pernah berubah," Maila menekankan kata-kata terakhirnya.

"Lo perlu pertimbangin lagi, Mai. Lo lihat dong, siapa yang ngelamar elo. Gue, Deandrio Palevi. Nggak cuma ganteng, gue juga sukses dan yang jelas bisa puasin lo," ucapan terakhir Rio sukses membuat Maila ingin menyiram air ke wajahnya yang songong. Sayangnya, pesanan mereka belum datang, sehingga Maila tak bisa merealisasikan keinginannya menyiram Rio.

"Gue nggak tertarik!" Maila berusaha tenang.

"Ayolah, Maila. Lo cuma belum mengenal gue dengan baik. Kalau lo bersedia, kita bisa memulai kencan intim setelah ini. Hanya butuh lima menit buat mengenal gue secara intens. Setelah itu lo pasti akan bilang iya dengan keras. Nggak ada wanita yang bisa menolak pesona gue."

Demi Tuhan, Maila ingin melempar meja di depannya, andai dia punya kekuatan super.

"Main lo kurang jauh kalau gitu, karena wanita yang duduk di depan lo ini sama sekali nggak tertarik dan nggak punya rencana buat jadi salah satu wanita pemuas lo," sembur Maila geram.

Saat itulah pesanan mereka datang. Maila meraih botol air mineral dan membukanya dengan kasar, lalu meneguk isinya hingga sisa setengah botol saja. Lumayan untuk mendinginkan kepalanya yang hampir berasap.

"Lo cuma lagi jual mahal aja," tukas Rio dengan pedenya. "Lo mau minta apa emangnya? Mahar mobil sport? Bulan madu ke Eropa? Atau rumah mewah, gue bisa penuhi permintaan lo. Apapun."

Maila memicingkan matanya. "Yakin, lo bisa penuhi permintaan gue?"

Rio mengangguk antusias. "Sebutin apa permintaan lo, dan gue akan penuhi dengan mudahnya."

Maila mencondongkan tubuhnya, sehingga menjadi lebih dekat dengan Rio di seberangnya. Mimik wajahnya terlihat sangat serius, berbanding terbalik dengan Rio yang terlihat jumawa.

"Gue mau lo pergi dari hidup gue dan jangan pernah muncul lagi selamanya. Kalau lo bingung mau ke mana, lo bisa ke neraka," Maila menekankan setiap kata-katanya.

Rio tampak tercengang mendengar permintaan Maila. Terlebih setelah mengatakannya, gadis yang hari ini memakai gamis polos warna hitam dengan hijab persegi warna mint bermotif bunga kecil itu melenggang pergi sambil membawa botol minumannya.

"Maila, tunggu!"

Langkah Rio terhalang oleh pelayan yang memintanya untuk membayar makanan yang telah dipesannya sebelum keluar dari resto. Sial bagi Rio, karena ia tidak membawa uang cash dan harus berurusan dengan mesin gesek sebelum mengejar Maila yang telah melajukan mobilnya sejauh dua puluh meter dari resto.

Rio mengerang frustasi, kesempatannya untuk memperistri tetangga beda kelurahannya itu semakin tipis. Orang tuanya tak mau berurusan dengan hal ini lagi, karena muak setiap hari direcoki oleh rengekannya yang meminta mereka untuk melamar Maila lagi dan lagi, tak peduli mereka sudah ditolak sebanyak lima kali. Usahanya lewat jalur orang tua Maila pun tidak berjalan mulus, karena baik Mpok Endah maupun Babe Marcellino Somadi tidak mau membantunya membujuk Maila untuk menerima pinangannya.

Rio kembali ke mobilnya dan berlalu dari sana sambil memikirkan rencana lain untuk memikat gadis cantik berparas bule itu.

***

"Gimane, jadi ketemu ame si Rio?" tanya Mpok Endah begitu Maila menunjukkan batang hidungnya di ruang tengah rumahnya.

Maila mengangguk.

"Terus, dijawab ape? Diterima lamarannya?"

Maila memandang ibunya dengan tatapan penuh tanya.

"Emangnya, Mami rela kalau anak gadisnya yang lebih berharga dari berlian punya Mami ini jadi istri dedemit kayak gorio-rio itu?"

Endah Susanti menggelengkan kepalanya. Dirinya baru akan berucap saat suara seseorang memotongnya.

"Siapa yang lebih berharga dari berlian?" Marcellino Somadi alias Babe Mardi muncul dari dapur.

"Aku, lah, siapa lagi?" Maila menyahut sombong.

"Emang iya?" Babe Mardi menanyakan pada istrinya.

"Iya. Kalau kita jual organ tubuhnya dari kepala sampai kaki secara terpisah, kita bisa dapet duit milyaran. Jelas lebih berharga dari berlian yang kemarin beli, orang harganya nggak sampai tiga puluh juta," sahut Endah Susanti lalu menerangkan secara rinci berapa harga organ manusia.

"Yang bener, lu? Kalau gitu gua kagak perlu susah payah kerja lagi, pan gua punya tiga orang yang bisa gua jual organnya kalau kehabisan duit," seru Babe Mardi bersemangat.

"Tiga orang? Kan anak kita cuma dua, si Maila sama Sera, satunya lagi siapa?" Endah Susanti mengerutkan keningnya bingung.

"Satunya lagi ya elu lah, siapa lagi?" jawab Babe Mardi tanpa dosa.

"Apa lu bilang? Dasar suami durhaka lu, ye, awas aja gua kagak mau masakin sambel pete lagi!" Endah Susanti melempari suaminya dengan bantal kursi.

"Gue bisa makan di warungnya Maila," Babe Mardi menyahut enteng.

"Gitu, ye, udah berasa kagak butuh gua lagi, iye? Baik, nggak masalah. Nah, ntar kalau lu butuh kawin, kawin noh ame kucing tetangga. Jangan coba-coba sentuh gua!" Mpok Endah melempar remot tivi ke samping Maila kemudian pergi dari sana.

"Duileh, sayangku, cintaku, honey, baby, my darling, bojoku. Gitu aja ngambek lu. Pan, lu juga seneng kalo gue sentuh...," Babe Mardi menyusul dengan gombalannya, lantas menghilang di balik tembok dapur, menyisakan Maila yang duduk di sofa ruang tengah sambil memijit pelipisnya.

"Emak bapak gue ngapa frontal banget sih ngomongin gituan di depan gue? Udah tahu anaknya ini jomblo dari orok, malah bikin penasaran aja! Tobaaatt, tobat!"

______

Babe Mardi mah suka gitu sama Mpok Endah, tapi mpok Endahnya tetep aja cinta. Heran

6 Okt 2022

nona gesrek dan pemuda patah hatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang