32. Jealous

57 10 0
                                    


"Waow, pudingnya enak banget tadi. Sampai nggak bisa berkata-kata saking enaknya," ucap Maila tiba-tiba dengan nada sarkas.

Saat ini keduanya telah berada di kamar milik Rezi di rumah Pak Tomo. Setelah sah, Maila tak lagi tinggal di kost milik Pak Hadi, pakdenya Rezi. Sebab Rezi tak mengijinkan waktu Maila memintanya.

"Apa sih, Mai?" Rezi yang tengah berkutat dengan laptopnya di meja kerja menoleh sekilas pada sang istri yang sedang tiduran di kasur.

"Makanan di rumah Bu Naya tadi enak-enak banget, yah? Lapis legitnya enak banget, terutama pudingnya tuh. Enak banget!"

Ucapan Maila sukses membuat Rezi terkekeh geli. "Namanya juga orang jualan, ya harus enak. Kalau nggak enak mah nggak laku."

"Bener. Orang jualan makanan tuh emang harus enak rasanya. Apalagi pudingnya, beuh, enak banget!"

Kali ini Rezi menyerah pada laptopnya, ia tak kuasa menahan tawanya lagi. Entah sudah berapa kali istrinya itu mengatakan hal yang sama. Setelah tawanya reda, Rezi segera menyimpan file lalu mematikan laptopnya. Ia kemudian menghampiri sang istri yang sibuk memainkan ponselnya dengan wajah masam.

Rezi memposisikan dirinya di sebelah Maila. Tangan kirinya menyelusup di tengkuk Maila, menjadikannya bantal untuk sang bini.

"Lagi lihatin apa, sih?" Rezi melihat layar ponsel Maila yang menampilkan sebuah akun Instagram dengan feed penuh makanan.

"Lagi lihatin foto makanan di akun kateringnya Bu Naya. Enak-enak banget kelihatannya. Nih, pudingnya, terlihat sangat-sangat enak," Maila menunjukkan foto puding yang mirip dengan puding yang mereka makan tadi.

Tawa Rezi kembali pecah. Didekapnya istrinya itu dengan erat saking gemasnya.

"Rezi! Engap!"

"Lo gemesin banget sumpah!" Rezi mengecup pipi Maila berulang kali hingga membuat Maila berontak.

"Kenapa, sih, harus ngomongin puding melulu?"

Maila berhasil melepaskan diri dari dekapan Rezi, meski begitu ia tetap menempel di dada suaminya. "Karena emang enak, kan?"

"Enak, apalagi yang bikin anaknya Bu Naya yang sempet mau dijodohin sama gue," goda Rezi.

"Tuh, kan! Lo juga ngakuin kalau pudingnya enak!" Maila kembali sewot.

"Ya, masa gue harus bohong dengan bilang nggak enak?"

"Bodo, ah! Sono, minta dibuatin lagi sama Nia, Nia itu! Sekalian tuh, minta dimasakin juga sama dia. Kan, katanya dia udah pinter masak. Wah, pasti masakannya enak banget!"

Rezi tertawa lagi. "Becanda, Sayang. Kenapa sih, jadi jealous gini?"

Maila tak menyangkal bahwa dirinya memang kesal. Ia menceritakan perasaannya yang merasa tak dianggap sewaktu di rumah Bu Naya tadi.

"Semuanya aja Mas Rezi, Mas Rezi. Bisa-bisanya ada gue di sana, tapi yang dikenalin cuma lo. Yang diajakin ngomong cuma lo, yang ditanya enak apa nggak cuma lo. Emangnya gue makhluk astral? Ada tapi nggak kelihatan."

Rezi mengangguk mengerti. Namun, ia memilih tetap diam, membiarkan istrinya mengeluarkan unek-uneknya.

"Mana pas kita pamit pakai segala bilang, kalau sempat, main-main ke sini Mas Rezi. Icip-icip kue lainnya, nanti biar Nia buatin puding lagi. Apaan banget! Kayak lo nggak pernah makan kue enak aja. Kesannya kayak Bu Naya, tuh, lagi promosiin anaknya ke lo, nggak sih? Dia lupa apa tujuan kita pesen makanan ke dia buat apa? Ya buat acara resepsi pernikahan kita! Dan tolong diinget ya, Bu Naya, kita ini udah SAH! Secara agama dan negara. Segala promosiin anaknya ke laki orang!" sembur Maila berapi-api.

nona gesrek dan pemuda patah hatiWhere stories live. Discover now