27. Keyakinan

33 11 1
                                    


Sepuluh hari sebelum hari H, Maila dan Rezi diberi kesempatan untuk bertemu sebelum menjalani proses pingit yang akan dimulai sejak seminggu sebelum pernikahan.

Memanfaatkan momen itu, Rezi mengajak Maila ke salah satu villa di kawasan Puncak, yang sekaligus akan menjadi lokasi bridal shower bersama Sera dan lainnya.

Maila berdecak sebal begitu menapakkan kakinya di halaman villa yang disewa oleh adiknya tersebut. Villa yang rencananya akan digunakan sebagai lokasi bridal showernya besok malam. Sesuai rencana, hari ini Maila datang terlebih dahulu pagi hari bersama Rezi, menuruti keinginan lelaki itu yang ingin mengajak Maila wisata singkat di sekitar villa. Kemudian sore nanti Sera akan datang sehingga Rezi bisa kembali ke Jakarta.

"Terniat banget bikin acara sampai sewa villa begini," cibir Maila. "Mana dengan nggak tahu dirinya tuh bocah minta gue balas budi."

Rezi terkekeh menanggapi. "Sera kayaknya bocah party banget, ya?"

"Hooh, dia mah dikit-dikit dirayain. Hal sepele aja dirayain. Udah gitu Papi sama Mami main iyain aja semua permintaan Sera."

"Namanya juga orang tua, Mai. Pasti pengennya penuhin semua permintaan anaknya. Kita juga nanti gitu kalau udah punya anak, semua keinginan anak pasti akan kita penuhi selagi kita mampu," sahut Rezi bijak yang membuat Maila merinding.

"Apaan, deh. Udah ngomongin anak aja."

Maila melangkah terlebih dahulu memasuki villa, yang segera disambut oleh pengurus villa tersebut. Setelah diajak berkeliling dan diberi tahu lokasi yang akan digunakan untuk pesta, wanita paruh baya yang menjadi pengurus villa itu pamit undur diri.

"Kalau butuh apa-apa tinggal panggil aja. Ibu ada di bangunan samping villa itu. Atau bisa pakai telefon ini, pencet nomor dua," Bu Jani menyerahkan sebuah ponsel keluaran lama yang sepertinya digunakan khusus untuk berkomunikasi dengan penyewa villa.

"Terima kasih, Bu. Nanti kita akan panggil kalau perlu sesuatu," Rezi menjawab ramah.

Usai berpamitan, Bu Jani lantas berlalu meninggalkan Maila dan Rezi di halaman belakang villa yang mempunyai pemandangan keindahan lembah gunung dengan desa-desa yang terlihat kecil di bawah sana. Rezi membawa Maila duduk di sebuah sofa santai yang terletak di dekat pagar kaca. Di depan sofa terdapat meja yang telah dipenuhi dengan berbagai kudapan dan minuman.

"Di sini enak, sejuk, kayak di Wonosobo," komentar Maila.

"Nanti kita sering-sering mudik ke Wonosobo," ucap Rezi setengah berjanji.

Mendengar itu, Maila lantas tercenung. Ingatannya melayang pada perkataan calon ibu mertuanya kapan lalu.

"Gue jadi keingetan sama omongan Ibu, yang minta kita buat tinggal di Wonosobo."

Rezi tersenyum simpul. "Jangan terlalu dipikirin, nanti malah jadi beban. Ibu pasti ngerti kenapa kita nggak bisa tinggal di sana. Kita sama-sama udah punya kehidupan yang nyaman di sini. Kerjaan kita ada di sini."

Menghela napasnya, Maila menyahut, "Semoga Ibu nggak kecewa sama kita."

"Nggak, tenang aja, Ibu pasti ngertiin kita."

Keadaan kembali hening. Maila bangkit berdiri, lantas berjalan menuju pagar kaca, menikmati udara pegunungan dengan pemandangan indah yang membentang di hadapannya. Sementara di belakangnya, Rezi tengah sibuk merangkai kata untuk mengungkapkan pertanyaan yang terus bercokol di pikirannya.

Tak lama, Rezi ikut berdiri menyusul Maila. Mengambil posisi di sebelah calon istrinya, Rezi berdeham pelan sebelum memulai.

"Mai?"

nona gesrek dan pemuda patah hatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang