5. Diantar

39 11 1
                                    


Dibantu Rezi, akhirnya Maila dapat menyuguhkan minuman yang dipesan para tuan rumah. Bahkan Ibunya Dona pun turut memesan teh melati dengan sedikit gula. Benar-benar, baru kali ini Maila menjadi tamu yang membuatkan minuman untuk tuan rumah.

"Tapi, Mai. Lo kok bisa, sih, sampai ke sini? Jarak rumah lo 'kan mayan jauh dari sini," Dona mengutarakan keheranannya. Mereka kini telah berada di balkon lantai dua rumah Dona.

Maila mengedikkan bahunya. "Gue juga nggak ngerti. Gue cuma asal jalan aja, tahu-tahu udah sampai sini."

"Lo lagi mikirin apa, sih? Bisa-bisanya nggak sadar. Untung aja nggak nyasar ke tempat terpencil."

Maila mendesah pelan.

"Mbah gue sakit keras, beliau minta gue cepet-cepet nikah. Gue pusing mikirinnya."

"Ya udah, tinggal nikah aja. Ngapain pusing," sahut Dona seenaknya.

Ingin sekali Maila melempar ponsel yang ada di tangannya ke jidat jenongnya Dona, kalau saja ia tak ingat harga ponselnya itu hampir sama dengan satu buah sepeda motor. Kasihan ponselnya.

"Masalahnya gue nggak ada calon yang bisa gue ajak naik ke panggung penganten!"

Dona tertawa renyah. "Lo mah cantik, sukses, ke mana-mana bawanya mobil tapi jomblo menahun."

Kali ini Maila betulan melempari Dona. Bukan dengan ponselnya, melainkan dengan bola-bola ubi di tangannya. Sayangnya, lemparan Maila meleset karena Dona dengan sigap menghindar, justru mengenai Rezi yang baru datang.

"Aduh.. sori, Zi!" pekik Maila.

"Lagian lo apaan sih, makanan dilempar-lempar," sungut Rezi.

"Ya maaf, gue spontan tadi mau lemparin Dona. Mana gue tahu bakal kena lo. Lagian siapa yang nyuruh lo berdiri di belakang Dona, deh?"

Dona terpingkal melihat perdebatan keduanya. Walau di warung Maila lebih sering menggoda Rezi, namun pada kenyataannya mereka berdua tak pernah akur. Rezi si cowok sok dingin dan Maila menjelma menjadi si cewek jutek.

"Nih calon lo udah ada. Bawa, gih, ke Mbah lo," Dona menyodorkan Rezi.

"Eh, apa-apaan?" Rezi menghindar.

"Ada malah Mbah gue makin parah sakitnya kalau gue bawa dia," dengus Maila.

"Yee ... lo kata gue virus!" Rezi tak terima.

"Udah deh, lo diem aja! Gue lagi pusing, jangan ditambahin pusing," Maila memijat keningnya.

Dona menghentikan kunyahannya lalu memasang tampang serius.

"Emang separah apa, sih? Kok, lo sampai stres gitu."

Maila lantas menceritakan perihal Mbahnya yang sakit tak kunjung sembuh dan permintaannya agar Maila segera menikah dengan embel-embel sebagai permintaan terakhir. Keadaan semakin kacau karena orang tuanya pun ikut-ikutan menyuruhnya menikah.

"Kayak nyari calon laki semudah nyari terasi yang enak aja. Itu pun nggak mudah, gue kudu impor terasi dari Surabaya baru dapet yang enak."

"Harus banget calon laki lo disamain sama terasi?" ringis Rezi.

"Perumpamaan doang, elah!"

Ponsel Maila yang berada di meja berdering. Ada panggilan masuk dari Endah Susanti. Maila mengangkatnya sambil menyingkir.

"Maila, lu di mane? Pulang buruan! Kagak baek anak gadis jam segini masih keluyuran," tanpa basa-basi Endah Susanti memerintah anaknya.

nona gesrek dan pemuda patah hatiWhere stories live. Discover now