17. Bertemu Camer

36 9 1
                                    


Pukul enam pagi, pintu kamar Maila diketuk dari luar. Saat dibuka, Maila mendapati Nura tengah berdiri di depan pintu kamarnya.

"Ayo turun, kumpul sama keluarganya Rezi," ajak Nura ramah.

Maila mengangguk. Ia mengikuti Nura memasuki rumah Pakdenya Rezi yang berdampingan dengan gedung kost. Nura membawa Maila masuk ke ruang keluarga. Saat masuk, Maila melihat Ardhan tengah berbincang dengan pria yang sebagian rambutnya telah memutih.

"Assalamualaikum," Maila memberi salam.

"Waalaikumsalam. Eh, calon istrinya Rezi. Sini masuk," sambut perempuan paruh baya yang baru datang sembari membawa sepiring gorengan yang masih mengepulkan asap. "Jangan sungkan sama kami. Kami keluarganya Rezi, sebentar lagi akan jadi keluarga kamu juga."

Helaan napas berat dari orang di sampingnya bisa Maila dengar dengan jelas.

"Apa Nura juga korban gagal move on kayak Rezi?" batin Maila.

Maila menyalami kedua orang tua itu, kemudian duduk di sofa panjang bersama Budenya Rezi. Sedang Nura mengambil posisi di samping suaminya.

"Ayu nemen calone Rezi," celetuk Bude Sri sambil menepuk pundak Maila.
(Cantik banget calonnya Rezi)

Maila hanya tersenyum sopan karena ia tak mengerti kata yang diucapkan oleh Budenya Rezi tersebut.

"Bocahe ora mudeng omongane, Bu. Bule kok dijak ngomong jowo," timpal Pakde Hadi geli.
(Anaknya nggak ngerti sama omongannya, Bu. Bule kok diajak ngomong jawa)

Mereka semua lantas terkekeh kecuali Maila yang merasa semakin canggung.

"Ayo dimakan. Pagi-pagi gini enaknya makan yang anget-anget," Bude Sri menyorongkan sepiring gorengan pada Maila. Demi kesopanan, Maila mengambil satu tempe mendoan.

"Gimana, semalem bisa tidur nyenyak nggak? Pasti berasa dingin banget, ya?" Nura menanyai Maila.

Maila mengangguk. "Lumayan dingin, tapi masih bisa tidur soalnya selimutnya tebel banget. Justru pas bangun ke kamar mandi yang berat, hampir nggak kuat sama airnya."

Nura tertawa kecil. "Wajar, sih. Secara di Jakarta 'kan panas banget."

Maila mengangguk setuju. Perbincangan terus berlanjut, Maila tak merasa secanggung tadi karena Nura terus mengajaknya bicara, diselingi beberapa pertanyaan dadi Pakde Hadi dan Bude Sri serta Ardhan.

Di tengah perbincangan mereka, Rezi datang sembari mengucapkan salam. Ia mengajak Maila ke rumahnya, karena orang tuanya telah menunggu. Setelah berpamitan, mereka lantas menuju rumah Rezi menggunakan mobil yang semalam digunakan untuk menjemput mereka.

"Lo udah mandi?" tanya Rezi.

"Belum. Nggak kuat sama airnya," jawab Maila jujur.

"Nggak pa-pa, ntar mandi di rumah gue aja. Di kost emang nggak ada air hangatnya."

Maila memicingkan mata. "Mana bisa, gue nggak bawa baju ganti."

"Gampang, ntar gue pinjemin daster punya Ibu gue," sambar Rezi seenaknya.

Geraman Maila menjawab ucapan ngawur Rezi. Pemuda itu terkekeh geli. "Nggak, nanti pinjem baju gue. Pakai kaos panjang sama celana olahraga nggak masalah, kan?"

"Gue mandi di kost aja," putus Maila.

"Yakin? Berani sama airnya? Dinginnya menusuk sampai ke tulang, Mai."

Maila bergidik membayangkan. Sungguh, ia tak bohong pasal ucapannya yang mengatakan hampir tak kuat dengan suhu air di Wonosobo. Maila merasa tadi pagi wudhu menggunakan air dari kulkas. Dingin sekali.

nona gesrek dan pemuda patah hatiWhere stories live. Discover now