09.

4.5K 340 13
                                    

Suasana di ruangan serba putih dengan bau obat-obatan yang begitu pekat itu terasa hening. Arich duduk termenung seraya menautkan jari-jari tangannya memperhatikan Melati yang sedang diperiksa oleh Digo.

dr. Pradigo Andriano nama lengkapnya. Dia adalah teman sekelas Arich dari smp hingga sma. Cowok berumur 26 tahun yang belum menemukan belahan jiwanya alias jomblo. Mempunyai klinik kesehatan yang tentunya sudah memiliki Surat Izin Praktik (SIP).

Kebetulan klinik Nikmat Sehat miliknya terletak tak jauh dari sekolah. Jangan khawatir, walau sikap Digo seperti orang gila yang doyan cengar-cengir tapi cowok manis itu mampu menyelesaikan studynya di Singapura tepat waktu dan meraih gelar dokter.

Entah kenapa hari ini klinik begitu sepi, Digo pun hanya menggenakan kaos merah dan celana kolor. Tidak ada keren-kerennya sebagai dokter.

Setelah selesai memasang infus, Digo meletakan stetoskop di meja lalu menghampiri Arich yang terlihat begitu cemas.

"Tuh bocah siapa namanya?" tanya Digo. Suaranya menggema di ruangan tersebut.

"Melati," jawab Arich.

"Kelas?"

"12."

"Lo walikelasnya?"

Arich menggelengkan kepalanya pelan. Digo menggaruk kepalanya dengan wajah bingung.

"Dia sakit apa?"

Digo menghela nafas berat. "Tuh bocah lagi hamil. Usia kandungannya sekitar 1 bulan."

Bagaikan tersambar petir di siang bolong, tubuh Arich langsung membeku layaknya patung es. Jantungnya seakan jatuh dari tempatnya. Suhu tubuhnya memanas, mulutnya tak dapat digerakan.

Hal yang ditakutinya benar-benar terjadi. Bibit itu tumbuh! Dan dia akan menjadi seorang ayah.

"Rich?" panggil Digo.

Arich masih mematung dengan tatapan tak lepas dari Melati yang masih memejamkan matanya. Digo kebingungan lalu menepuk pipi Arich berulang kali agar cowok itu tersadar.

"Rich?"

"Woy Jepri!" pekik Digo seraya menabok pelan pipi Arich membuat sang empu tersadar.

Arich mengerjap cepat lalu mengusap wajahnya kasar.

"Dia hamil?" ulang Arich dengan tatapan kosong.

Digo mengangguk. "Iye. Padahal selangkah lagi lulus. Anak zaman sekarang emang pada hebat. Masih sekolah udah bisa bikin anak."

"Kasian gue sama emak bapaknya yang udah cape-cape biayain dia sekolah. Dikira cari duit itu gampang? Lonte aja kudu ngangkang baru dapet duit. Gila emang, gak ngerti lagi gue sama anak zaman sekarang," lanjut Digo jadi kesal sendiri.

"Ini nih bahayanya jika orang tua tidak memantau pergaulan anak. Terkadang anaknya juga gak nyadar diri. Dimarahin orang tua karna gak boleh keluyuran malem jadi dendam. Gak boleh pacaran dikatain kejam. Padahal mereka ingin yang terbaik untuk anaknya. Kalau udah gini mau gimana lagi? Gue yakin tuh bocah pasti syok. Kalau mentalnya gak kuat ujung-ujungnya aborsi." Digo geleng-geleng kepala menatap Melati miris.

Hati Arich berkecamuk. Tangannya diam-diam mengepal dengan kuat. Dengan cepat ia menghampiri Melati. Meraih tangannya dan mengecupnya cukup lama.

Digo yang menyaksikan itu langsung melongo. Guru macam apa yang berani mencium tangan muridnya dengan begitu mesra? Pelecehan ini namanya!

"R-rich? Lo ngapain, bego?"

"Jangan ngadi-ngadi, setan! Maen cium-cium aja!" omel Digo yang sama sekali tidak Arich dengar.

LOVESICK [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang