Lover's Dilemma - 1 - Pregnancy 1/2

16K 1.3K 117
                                    

Damayanti berusaha menarik napas dalam-dalam dan menghitung sampai sepuluh agar ia lebih tenang.

Tangan kanannya memegang stik berwarna putih, biru dengan erat dan berdiri dari kloset duduk karena tiba-tiba saja menunggu sepuluh menit terasa lama baginya yang terbiasa bersabar dengan keterlambatan Farras.

Tangan kanan Damayanti menyugar rambut ketika kedua kakinya sibuk berjalan bolak balik di dalam kamar mandi hingga terdengar bunyi alaram ponsel yang menandakan tepat sepuluh menit.

Ia mengerih, kebiasaannya ketika stres menyergap. Biasanya hanya saat pekerjaan sedang tidak bisa diajak berkompromi atau yang paling parah enam tahun lalu.

Damayanti memegangi dadanya dengan tangan kiri, berharap itu membuatnya lebih tenang.

"Ayo lihat, Dam." bisiknya pada diri sendiri lalu mengembuskan napas panjang.

Matanya tertuju pada kotak kecil yang menentukan keputusannya nanti.

Satu.

Dua.

Dua garis.

Matanya tidak dapat berpaling dari garis-garis itu. Terus menghitung dari awal, siapa tahu matanya sedang memainkan trik sialan.

Sayangnya tidak, garis itu tidak berubah menjadi satu atau menjadi tiga sekalian.

Damayanti mengesah dan menutup matanya dengan tangan kiri, bahunya menyender pada tembok kamar mandi yang dingin agar ia tidak terjatuh tiba-tiba karena kini kepalanya pusing.

Seluruh rencananya harus berubah sekarang. Pertama-tama yang perlu ia lakukan adalah mencari dokter kandungan untuk konsultasi.

Tangannya dengan lincah mencari dokter kandungan di mesin pencari karena tidak mungkin bertanya pada Rhea, Nadi atau lebih parah lagi, Farras karena ia pasti langsung dibombardir dengan berbagai pertanyaan yang ia sendiri tidak memiliki jawabannya.

Saat menemukan satu dokter kandungan yang direkomendasikan oleh banyak orang serta berlokasi dekat dengan apartemen barunya, Damayanti langsung mengganti pakaian dan mengirimkan pesan ke atasannya bahwa ia sakit.

Perjalanan ke Rumah Sakit menjadi perjalanan terlama baginya, padahal jaraknya tidak sampai sepuluh kilometer.

Begitu sampai dan mendaftar, Damayanti perlu menunggu lagi dengan banyak ibu hamil dari berbagai ukuran perut yang membuat tangannya meremas baju dengan kencang hingga buku jarinya memutih.

"Ibu Damayanti." panggil suster yang membuatnya langsung berdiri dan memasuki ruangan.

"Pagi, Ibu." sapa dokter perempuan dengan ramah.

"Pagi, Dok. Saya mau cek kandungan."

"Pertama kali cek?"

Damayanti menganggukkan kepala.

"Buka bawahannya dan ganti dengan kain yang ada di gantungan itu ya, Bu. Kalau sudah bisa tiduran di sana." Dokter itu menunjuk bangkar yang di sisi kanannya terdapat mesin besar serta layar.

Suster menunjukkan tempat gantinya dan Damayanti segera menggunakan pakaian itu kemudian berbaring.

"Vaginal ya, Bu, karena kalau masih kecil susah dilihatnya kalau melalui perut." jelas dokter dan lagi-lagi Damayanti hanya menganggukkan kepala lalu menarik napas saat dokter memberikan aba-aba setelah bertanya kapan terakhir kalinya ia datang bulan.

Hening dan yang dapat ia dengar hanyalah suara mesin yang dekat dengan telinga serta jantungnya yang terasa mau keluar dari tubuhnya sendiri.

"Nah, ini dia." dokter itu tersenyum, "Ibu lihat yang lingkaran hitam di layar itu?"

Mata Damayanti terfokus pada layar, melihat lingkaran hitan yang ditunjukkan oleh dokter.

"Masih kecil, Bu. Ini baru tiga minggu kalau dari ukurannya." dokter itu memencet tombol-tombol sehingga ada garis melintang di lingkaran tadi sebelum berbicara.

Damayanti mendengarkan penjelasan dokter itu dengan seksama.

"Ada pertanyaan, Bu?"

"Saya bisa naik pesawat, Dok?"

29/11/20

Nah sekarang bisa nebak kan Farras di cerita apa? Hihi

Lover's Dilemma [FIN] Where stories live. Discover now