Tasya 2 || Dua Puluh Lima

886 96 41
                                    

"Cepat bersiap. Pasien sudah ada di ruang operasi dan harus segera di tangani!"

"Baik!"

Tasya menutup telepon berkabel itu dengan cepat. Ia melepaskan perhiasan yang ia pakai seperti kalung, anting, cincin dan juga jam tangan.

Mencuci tangannya dan memastikan semua steril. Tasya menghela nafas jika tau masih ada beberapa pasien lagi yang menunggu ingin di periksa olehnya tapi situasi telah berubah.

Tasya dengan cepat keluar ruangannya dan di depan ia bertemu dengan Lani yang baru saja ingin masuk.

"Ada apa, dok?" panik Lani.

"Ada pasien kritis di ruang operasi, Lani!" jawab Tasya.

"Lalu pasien ini gimana?" Lani menunjuk empat orang yang ada di bangku tunggu yang sedang menatapnya.

Mata Tasya tidak berkedip saat melihat dua orang yang sangat-sangat-sangat ia kenali kini telah menatapnya dengan tatapan yang sulit di mengerti. Tasya hampir kaku dan ingin jatuh kelantai namun tidak jadi karena Lani sudah menangkapnya.

Bagaimana bisa? Apa matanya tidak salah lihat? Matanya bermasalah kah? Tidak mungkin. Tapi bagaimana orang itu ada di sini? Apa itu asli atau hanya halusinasi.

"Dokter Tasya, cepat!" Tasya menatap Catty yang datang dengan langkah terburu.

Tasya mengangguk. Ia berusaha mengontrol dirinya agar tidak terjadi apapun.

"Sebentar dokter, Catty." suaranya melemah. Ada getaran di setiap kata yang di ucapkan, air matanya pun sudah terasa di pelupuk matanya.

"T-tolong alihkan pada dokter Maya dulu." ujarnya pada Lani. Tasya membungkuk di depan para pasiennya, "Maaf, ibu dan bapak. Saya ada operasi dadakan jadi nanti tolong ikuti suster Lani, ya. Permisi."

Catty menarik tangan Tasya agar berjalan dengan cepat. Tasya masih diam di sepanjang perjalananan apa benar pria tadi adalah prianya? Tidak mungkin, bagaimana semua ini bisa terjadi?

"Gibran?" ucapnya tanpa suara.

💉

Tasya dan Catty bernafas lega ketika mereka selesai menangani pasien tersebut. Beruntung Tuhan masih mau memberikan ia hidup jika Tuhan berkehendak lain mungkin saja pasien itu sudah tewas dalam perjalanan.

Tasya duduk di lantai masih dengan pakaian medisnya, bahkan sarung tangan yang berlumur darah pun belum ia buang. Di sampingnya ada Catty yang duduk sama sepertinya.

Delapan jam berkutat dengan darah, pisau dan benda tajam lainnya menbuat Tasya dan Catty lemas. Mereka benar-benar tidak menyangka jika pasien itu masih hidup bagaimana tidak, perutnya tertisuk besi hingga menembus.

Catty menoleh pada Tasya, perempuan itu sedang menutup matanya, "Dok!" Tasya membuka matanya kembali menatap Catty tanpa semangat.

"Terima kasih sudah menjadi partner saya dalam operasi kali ini. Saya benar-benar tidak tau apa yang akan terjadi jika bukan anda yang bersama saya di dalam sini." perkataan Catty tulus. Ia yang merasa jika kemampuannya dalam mengambil tindakan masih ragu-ragu sangat berterima kasih pada Tasya yang mengajarinya banyak hal di dalam sini walau hanya melihat, Catty jadi tau apa yang harus segera di lakukan buka diam menangis sepertinya tadi.

Tasya tersenyum. Ia tau bagaimana kepanikan Catty tadi saat baru memasuki ruangan sudah di suguhkan oleh pemandangan mengerikan itu, "Tidak masalah."

💉

Malam ini fikiran Tasya sedang tidak bisa di katakan baik-baik saja. Entah kemana dan harus bagaimana ia bercerita mengenai apa yang tadi siang ia lihat.

Tasya 2 (Continued Story) [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang