11. 27 Januari 2007. My Mom's First Love.

289 27 0
                                    

— 09:28

"Popok udah, baju ganti udah, alat mandi udah, obat darurat udah, apalagi ya Arm?" Tanya Alice ketika sedang merapihkan tas perlengakapn bayinya.

"Kayaknya udah semua deh. Kalau ada yang ketinggalan gampang lah. Nanti Aku pulang untuk ambil. Rumah kamu ga jauh jauh banget kan"

Hari ini Arm dan Alice akan membawa Pat kerumah Alice. Ini pertama kalinya Pat pergi keluar rumah selain ke Bidan untuk kontrol atau berjemur.

Sebenarnya, keadaan Bapak semakin memburuk, mangkanya Alice ingin cepat cepat membawa Pat untuk ketemu Bapak. Namun ibu Bidan menyarakan Pat boleh dibawa ketika umurnya 3 bulan.

Saat ini mereka sudah dalam perjalanan ke rumah Alice. Jalanan sudah tidak terlalu ramai sehingga akan cepat sampai kerumah Alice.

— 10:02

"Bu, kakak udah sampe tuh" teriak Amitsa dari depan pintu, memanggil Ibunya di dalam. Alice dan Arm baru saja sampai, dan Alice turun dengan menggendong Pat yang disambut keluarganya.

"Anakkuuu..." Amitsa berlari keluar menghampiri Alice yang sesang menggendong Pat. Saking senangnya, ia berlari tanpa mengenakan sendal.

"Adududu... tante udah kangen banget sama Pat." Amitsa segera merebut gendongan Pat dari tangan alice dan membawanya mendekati Ibu"

Saat ini, Pat sudah berpindah tangan dari Amitsa ke Ibu. Dan tentu Bapak sudah didudukan di ruang tamu tamu, tidak sabar untuk bertemu Pat.

Ibu yang menggendong Pat segera masuk dan duduk disamping Bapak. "Pak ini si Pat, cucu bapak. Mirip ga sama Alice?" Ucap Ibu sambil memperlihatkan Pat ke Bapak. Bapak hanya mengangguk sambil tersenyum.

"Nggak mirip Pak sama kak Alice. Miripnya sama kak Arm" Amitsa kembali dari dapur untuk menyediakan minum ke Alice dan Arm. Mengintrupsi ucapan Ibu saat itu.

"Bapak mau coba gendong?" Tanya Ibu tiba-tiba dan Bapak tentu langsung menggeleng. "Nggak, Bapak ga gendong sendiri, nanti Ibu jagain" segera Ibu memposisikan tangan Bapak seperti menggendong dan menaruh Pat di atas sana. Ibu terus memegangi tangan Bapak yang sudah mati rasa itu.

Bapak? Amitsa bilang ini adalah senyum pertama Bapak setelah 3 bulan terakhir ini sakit. Bapak sangat terlihat berusaha untuk tersenyum, atau mengajak Pat bicara di tengah keterbatasannya.

Kembali kerumah ini, mengingatkan Arm saat-saat ia meminta izin untuk menikahi Alice. Arm melihat sekelilingan ruang tamu yang jadi saksi bisunya sekitar 1 tahun yang lalu.

"Arm" Alice memecahkan lamunan Arm dan Arm segera menengok ke Alice dan mengangkat alisnya. "Aku mau nidurin Pat dulu di kamar Amitsa" dan Arm menjawab dengan anggukan.

Saat ini hanya ada Arm, Ibu dan Baam di ruang tamu itu. Hening karena Arm masih canggung dengan kedua mertuanya. Hanya ada suara kipas yang berputar sebelum Ibu membuka pembicaraan.

"Minggu lalu Mama kamu kesini, anter Bolu banyak sekali. Ada pesenan katanya terus Mama bikinin buat Ibu. Bolunya enak sekali" ucap Ibu.

"Oh iya, Mama bilang ke Arm, Bu. Tadinya Mama suruh Arm untuk nganter, tapi kalau hari jum'at Arm kelas sampe sore. Kalau kesorean takut udah ga enak kata Mama jadi Mama anter sendiri" jawab Arm.

"Bilangin makasih ya ke Mama. Nanti kalau Ibu bikin lontong, Ibu anter deh kerumah Mama kamu ya. Mama kan doyan lontong buatan Ibu, toh?" Ibu mengingat ucapan Mamanya Arm saat perayaan pernikahan Arm dan Alice saat itu.

"Iya Mama doyan banget lontong buatan Ibu. Tapi ga usah repot-repot Bu. Nanti ngerepotin Ibu kalau anter-anter makanan"

"Ngga lah. Ibu malah seneng. Nanti ya Amitsa kok yang anter. Ibu mana bisa naik motor. Mama kamu tapi bisa loh Arm anter kesini naik motor. Ibu ngeri. Sampe Ibu suruh Amitsa ngikutin Ibu kamu dari belakang pas pulang. Takut Ibu Mama kamu kenapa-kenapa" Ibu agak tertawa mengingat kejadian kemarin.

"Mama ga nolak?"Tanya Arm heran

"Ya nolak, tapi Ibu paksa. Coba Mama kamu bilang, nanti Ibu suruh aja Amitsa yang ambil. Ga usah dianter" jawab Ibu.

"Mama emang bisa naik motor kok Bu. Dulu Arm juga sekolah dianter Mama. Pas kelas 3 baru Arm bawa motor sendiri. Mama malah seneng naik motor jauh-jauh. Sekalian jalan-jalan katanya. Kalau kerumah Arm sama Alice juga Ibu naik motor sendiri, Bu. Mangkanya Mama sering kerumah." Arm jadi ingat masa-masa ia masih diantar jemput oleh Mamanya padahal jarak rumah agak jauh dan Mama tidak memperbolehkan Arm untuk membawa motor. Papa lah yang diam-diam mengajari Arm menyetir motor.

"Syukur deh kalau Mama kamu sering kerumah." Ibu tersenyum.

"Oh iya Bu, Pak. Semester depan kan Alice udah selesai cutinya. Arm sama Alice rencananya nitipin Pat ke Mama kalau misal Alice sama Arm kuliah. Arm izin ya Bu?" Arm ingat kalau Mama menyuruh Arm untuk meminta izin ke Ibu dan Bapak, karena mau menitipkan Pat ke Mama nanti ketika Alice sudah mulai kuliah lagi.

"Loh? Kenapa izin sama Ibu. Kampusnya kan emang deketan dari rumah Mama kamu toh? Kalau dititipin kesini kasian Patnya kejauhan. Udah gitu di sini banyak orang. Kalau di rumah kamu kan enak buat nemenin Mama?" Jawab Ibu.

"Iya Bu. Tapi Mama suruh Arm untuk izin dulu ke Ibu." Dan Ibu membalas ucapan Arm dengan anggukan.

"Terus kamu bawa pulang-pergi Patrick?" Tanya Ibu penasaran.

"Arm masih ragu Bu. Arm masih ragu bawa pulang pergi Pat atau tinggal dirumah Mama sementara" Jawab Arm ragu.

"Hm, kalau menurut Ibu mending sementara di rumah Mama dulu. Sampe Pat udah agak besar dikit. Soale kasian kalau kena angin terus Patnya. Nanti gampang sakit" Arm mengangguk paham atas saran dari Ibu.

Sebenarnya saat itu, ada Bapak yang duduk di samping Ibu. Namun, Bapak sudah tidak dapat bicara lagi sehingga ia hanya mendengarkan pembicaraan Ibu dan Arm.

"Nanti Arm bicarain lagi deh sama Alice sama Mama. Masih lama juga Bu. Masih 3-4 bulan lagi. Kalau sekarang Alice masih mau ngerawat Pat sendiri katanya"

Tidak lama dari ucapan Arm barusan, Alice keluar menggendong Pat yang sudah bangun dan memberikannya ke Ibu.

"Alah... alah... gerah ya Nak. Jadi bangun ya Nak kegerahan." Ucap Ibu menerima Pat dan meggendongnya kembali.

"Kakek... kakek..." Ibu mengayun-ayunkan Pat di depan Bapak.

"Eh... Senyum Patnya" teriak Amitsa karena melihat Pat tersenyum dan seperti magnet, semua ikut tersenyum ketika melihat Pat tersenyum.

Married (END)Where stories live. Discover now