Sosok tak kasat mata

4.3K 429 5
                                    

Malam ini seperti malam biasanya. Dingin, yang membuatku terpaksa memakai hoodie. Tidak lupa sehelai kain untuk menutupi kepala.

Aku, Ayu, Zea dan Aqila saling bertukar cerita di teras luar, di atas tikar. Husna mungkin sudah terlelap, ia demam sehingga kami menyuruhnya untuk istirahat.

Jangkrik pun kembali beradu suara. Sesekali terdengar teriakan gemuru meski tidak turun hujan malam ini. Cahaya minim dari lilin di setiap kamar tidak lagi menyala, menandakan bahwa semua orang telah tertidur lelap. Jam menunjukkan tepat pukul sebelas malam. Sedikitpun aku tidak merasakan ngantuk, kedua telingaku masih sibuk mendengarkan Aqila bercerita tentang Husna.

"lalu apa yang terjadi?" tanyaku disela-sela ucapan Aqila.

Semua mata terbuka lebar memandang gadis berkulit putih pucat yang tengah duduk di tengah-tengah kami. Aku memilih tidak berkedip barang sejenak, membiarkan angin berhembus dingin membuat kelenjar mataku berair.

Mulutnya kembali terbuka hendak mengucapkan kata untuk memusnahkan rasa ketidak sabaran kami mendengar jawaban selanjutnya.

"Dia nendang gue!"

Aqila menatap kami secara bergantian dengan ekspresi ketakutan. Memeluk tubuhnya sendiri kala darah berdesir hebat.

"kira-kira apa yah yang buat Husna berteriak histeris kayak gitu?" tanya Ayu penasaran.

"Gue juga gak tau pasti. Sewaktu gue lagi sibuk menyampaikan materi kepada para santriwati, tiba-tiba aja Husna berteriak di kelas sebelah. Gue bingung banget waktu itu, awalnya karena takut gue milih diam, tapi pada akhirnya..."

"Pada akhirnya kenapa?"

"Kalian liat kaki gue!" Lanjut Aqila sambil memperlihatkan kaki kirinya yang sudah lebam. Akibat warna kulitnya yang terlalu pucat, bekas lebam tersebut nampak jelas, bahkan hampir seperti warna hitam.

Aku semakin tidak paham, tidak mungkin Husna melakukan tindak kekerasan dalam keadaan sadar.

"Apa ada sesuatu yang merasukinya?"

Tiga pasang mata menatapku tajam, seakan kalimat yang baru saja mereka dengar tidak pantas untuk diucapkan.

Tangan Ayu bergerak menepuk pundakku cukup keras, hanya sekedar menyadarkan. "Lo apa-apaan sih, Din? Wanita religius kayak Husna mana mungkin dirasuki sama iblis."

Merasa sesak, aku menarik napas cukup panjang. Tepat pukul 12, di mana malam semakin larut. Aku merasakan bulu-bulu di tengkuk mulai meremang.

"Apa sebaiknya kita tanyakan saja kepada Husna? Tentang apa sebenarnya yang terjadi padanya?" Usulan akhirnya keluar dari mulutku ditengah-tengah keseriusan mereka.

"Nggak! Nggak Din, itu bukan solusi yang tepat," bantah Ayu dengan cepat.

"Lantas bagaimana lagi, kita nggak bisa ngebiarin Husna begitu aja."

"Kita harus mencari tau sendiri," suara Ayu kembali terdengar nyaring.

"Gue tau--"

Belum selesai Aqila melanjutkan ucapannya, tiba-tiba teriakan menggema memecahkan malam yang sunyi.

Ayu segera melompat dari atas tikar, menuju di mana teriakan itu berasal. Sedangkan Zea dan Aqila masih duduk terdiam sambil bertukar pandang.

Sebelum berbalik masuk ke dalam kamar untuk mencari tau asal teriakan tersebut, sejenak aku menghentikan langkah kala melihat cahaya kecil di kamar salah satu mahasiswa. Keningku menciptakan kerutan samar saat samar-samar menyaksikan dibalik tirai terdapat sosok pria yang membentangkan sajadah. Lalu, setelahnya aku memilih cepat-cepat memasuki kamar.

Misteri KKN ✔Where stories live. Discover now