Gadis Berjubah Putih

3.9K 414 3
                                    

Cuaca pagi ini cukup damai dan menenangkan jiwa. Aroma pagi serta embun yang masih menguap menciptakan suasana sejuk.

Langkah demi langkah menggema kala tapak sepatu bergesekan dengan debu tanah. Membawa butiran kecil melayang sekejap sebelum kembali menggumpal.

"Ayu, cepat..." teriakku kepada gadis yang masih sibuk mencari sesuatu. Bukan dia yang lambat, namun aku yang terlalu terburu-buru, seakan dikejar waktu padahal matahari saja masih nampak malu-malu untuk menyapa planet yang kupijak ini.

"sabar, Din, buku gue hilang nih. Kok nggak ada, yah?" ungkapnya sembari mengacak tumpukan buku yang ia bawa.

"Kayaknya ketinggalan deh. Tungguin gue disini yah, gue mau naik ke atas lagi."

"Maaf banget Yu, nggak papa kalo kamu mau marah sama aku, tapi jujur, prinsip aku sama kayak orang Amerika."

"Apaan tuh?!"

"Waktu adalah uang!" Kataku sebelum kembali membuat gadis itu darah tinggi, "bye, bye..."

Tanpa menoleh sedikitpun aku segera bergegas pergi menuju kelas IX-2, siap untuk mengajar para santriwati.

"Jangan pergi dulu, Din, bantuin gue nyari buku gue dulu."

"DINDA..." teriak Ayu lebih menaikkan oktaf suaranya.

Percuma, teriakan itu akan terabaikan, sedangkan aku sudah melangkah ringan sambil tertawa kecil.

Ini yang dinamakan karma. Di mana di menit setelah aku meninggalkan Ayu, buku-buku yang kubawa justru malah terlepas dari genggaman. Tanganku mungkin terlalu kecil membawa 6 buah buku besar. Tanpa berlama-lama aku mengutipnya satu persatu dengan gerakan terburu-buru.

Lagi-lagi aroma parfum Prada tercium jelas, bahkan sekarang terbilang cukup dekat. Semakin aku menghirup udara semakin jelas pula aroma yang membuatku sadar siapa orang yang saat ini tengah berdiri dihadapanku dengan satu tangan terselip di saku celana hitamnya.

Wajah dingin serta postur tubuh karismatik sorot menatapku. Kami membisu cukup lama. Hingga di detik ketika aku mulai tersadar, aku memilih segera beranjak pergi, melewati pria itu tanpa berniat menyapa, menganggap bahwa dia hanyalah sosok tak kasat mata.

"Dinda!" Suara berat itu berhasil menghentikan langkahku. Suara dingin yang jarang menyapu gendang telingaku baru-baru ini.

Dia itu lelaki pemalas, malas bicara, malas menyapa, malas meladeni orang-orang disekitarnya, dan juga... Malas membalas cinta seorang wanita rendahan sepertiku. Namun, kali ini aku perlu menanyakan, mengapa tiba-tiba ia menyapa gadis yang selama ini selalu ia abaikan?

Aku benci situasi dimana detak jantungku tidak bisa kukendalikan.

Ini masih pagi, namun ia berhasil membuatku berkeringat hingga membanjiri dahi.

"Ada apa?" Aku bertanya tanpa menoleh.

Dia pun berjalan menghampiriku, terdengar dari tapak sepatunya yang bersentuhan dengan debu. "Maaf mengganggu, tapi aku hanya ingin menanyakan sesuatu?"

Kedua alisku menyatu, apa gerangan yang ingin Pria ini tanyakan?

"Tentang apa? Tanyakan saja."

"Tentang dia!" Jawabnya singkat. Seakan menyuruhku untuk memecahkan teka teki dibalik kata "Dia".

"Dia? Dia siapa?"

Pandangan Rizal menyapu disekitar, memastikan tidak ada seorang pun di lapangan sekolah ini kecuali kami berdua.

"Husna! Ada apa dengannya?"

Husna? Mengapa Rizal menanyakan keadaan gadis itu? Justru aku yang seharusnya bertanya padanya mengapa ia menanyakan kabar Husna padaku.

Misteri KKN ✔Where stories live. Discover now