Makan malam bersama

3.8K 418 9
                                    

Sejak dua jam yang lalu aku dan Ayu hanya memandangi langit-langit kamar dengan pikiran masing-masing. Waktu telah menunjukkan jam dua dini hari, tapi tanda-tanda aku ingin terlelap pun tidak ada.

"Apa kamu sedang memikirkan apa yang sedang kupikirkan, Yu?" tanyaku kepada gadis di sampingku dengan netra yang masih setia menatap langit-langit kamar.

"Tadi gue udah sempat ketiduran, tapi lagi-lagi manusia yang ada dibalik pohon sawit itu justru masuk ke dalam mimpi gue dan menghancurkan tidur gue."

Pandanganku beralih memperhatikan anak-anak yang lain, untuk memastikan bahwa mereka semua sudah terlelap. Aku hanya tidak ingin mereka mendengar percakapan kami dan membuat mereka ketakutan seperti yang aku dan Ayu rasakan saat ini.

"Menurutmu, siapa dia? Apa yang sedang dia lakukan di sana?"

"Lebih baik kita berpikir positif aja? Gimana kalau kita anggap dia seorang petani yang ingin membersihkan kebun sawitnya dengan menggunakan parang?!"

"Tapi, bukannya kamu bilang parang yang dia pegang berlumuran darah? Lantas, dari mana dia mendapatkan darah itu?"

Aku tersentak kaget saat Ayu menendang bokongku cukup keras. "Lo gimana sih, Din? Jangan buat gue semakin takut gini, bahkan wajah Pria menyeramkan itu dengan lancangnya masuk ke dalam mimpi gue. Tadi gue lagi berusaha berpikiran positif biar gue nggak terlalu takut lagi, dan lo malah menghancurkannya gitu aja."

"Maafin aku, Yu! Kalau kita nggak mencari tahu laki-laki itu sebenarnya siapa, justru itu hal yang salah. Atau... Bagaimana kalau kita ceritakan saja besok kepada anak-anak yang lain tentang apa yang kamu lihat tadi, supaya kita bisa menyelidikinya besok."

"Jangan cari mati, Din. Gue nggak mau bahas hal ini lagi, lo buat gue semakin merinding ketakutan aja. Pokoknya mulai besok, gue nggak mau pergi ke sungai lagi."

Aku menghujaminya dengan tatapan malas. "Terus kamu mau mandi di mana?"

"Nggak mandi sampai kita pulang KKN."

"Idih, jorok amat kamu, Yu."

Melihat Ayu kembali membaringkan tubuhnya sambil mengambil posisi paling nyaman, aku pun beraksi menggoyangkan tubuhnya tanpa letih.

"Ada apa lagi, Din? Jangan buat gue semakin ketakutan. Gue bilang berhenti bahas itu."

"Aku boleh tahu, ciri-ciri Pria itu?"

Aku pikir dia akan mengabaikan manusia kepo sepertiku ini, namun ternyata Ayu memilih kembali duduk lalu berusaha untuk mengingat. "Dia telanjang dada, berkulit coklat pekat, berotot kekar, berperut sixpact dengan lumuran darah, matanya tajam, tubuhnya jangkung dengan rambut yang sedikit panjang dan berantakan."

"Kira-kira usianya berapa?"

"Sekitar 30 tahunan gitu kalo gak salah."

Ayu terdiam sejenak, sebelum ia menatapku dengan tatapan penuh selidik. "Lo harus janji sama gue, jangan bilang siapapun, jangan bilang sama kepala sekolah atau pun anak-anak yang lain. Dan jangan pernah lo selidiki siapa Pria itu," perintah Ayu sambil mengangkat jari kelingking untuk ditautkan dengan jari kelingkingku.

Dia mendesis ketika aku mengabaikan janji itu. "Nggak bisa, Yu. Bagaimana kalau dia seorang pembunuh, atau bisa jadi dia seorang penculik anak yang hendak menculik anak-anak santriwati di pesantren? Ini kacau, kita nggak boleh biarin begitu aja, kita harus melaporkan ini kepada kepala sekolah."

"Tapi gue nggak..." Kalimat Ayu terpotong saat mendapati Aqila sedang mengucek-ucek matanya di atas ranjang sana.

"Kalian lagi ributin apaan, sih? Aku jadi nggak bisa tidur."

Misteri KKN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang