chapter 18

1.5K 147 9
                                    

Kamu adalah objek dari semangat dalam kehidupanku saat ini.
~Fany~

_____

Kini hari berganti dengan seiring jalannya waktu. Rafael dan Fany berada di dalam mobil yang dikendarai Rafael sendiri. Tidak ada yang memulai perbicaraan mereka berdua sibuk dengan hal masing-masing, Rafael yang sedang konsetrasi mengendari mobil dan Fany yang menatap jalanan lewat jendela mobil.

Kenapa sealam Rafael begitu menghawatirkan dirinya? Kenapa dia bisa berubah dalam tempo hari? Kenapa bisa begini?

Apakah mungkin Rafael menganggapnya orang yang sangat spesial setelah mamanya? Atau dia hanya singgah disaat dia bosan saja? Semua ini terlalu rumit bagi Fany. Bisakah dia mendapatkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dipikirannya.

"Fan, udah sampai nih. " Ucap Rafael. Namun, Fany masih termenung juga tidak menanggapi permintaan Rafael.

"Fan." Panggilnya sekali lagi.

Lamunan gadis itu buyar ketika Rafael memanggilnya. "E-eh iya Raf, kenapa? "

"Udah sampai, Fan. "

"Oh yaudah gue turun dulu ya. " Kata Fany yang sudah memegang pintu mobil untuk keluar.

"Eits. Tunggu dulu, lo duduk sini dulu biar gue aja yang buka. GAK ADA PENOLAKAN! " Tekan Rafael yang keluar dari mobil. Setelah itu dia membukakan pintu untuk Fany.

"Silakan tuan Putri. " Ucap Rafael yang membukakan pintu mobil.

"Yaelah, ada-ada lo Raf. Tapi btw, makasih ya. "

Mereka berjalan beriringan untuk masuk kedalam rumah sakit. Tapi Fany merasa langkah mereka salah. Ini tidak seperti jalan menuju ruangannya.

"Kita mau kemana? Sepertinya ini bukan jalan menuju ruangan biasanya, deh. " Ujar Fany.

"Kita keruangan Dokter Michael dulu, ngecek gimana kondisi lo. " Jawab Rafael.

"Aduhh... " Ringis Fany yang tidak sengaja menabrak tubuh belakang Rafael, yang tiba-tiba berhenti. Sambil memegangi jidatnyanya yang agak sakit.

Tetapi pada saat di tengah perjalanan Rafael bingung dengan arah keruangan dokter Michael. Sebab jalannya bercabang dua, dia harus kekanan atau kekiri. Pasalnya dia lupa dengan arahnya.

"Eh lo kenapa, Fan?"

"Gara-gara lo nih jidat gue sakit. " Ujar Fany.

"Lah, salah gue apa? " Tanya Rafael.

"Lo berhenti gak ngasih tanda-tanda sih, jadinya kan gue ketabrak sama tubuh belakang lo. " Bela Fany.

" Astaga, lo kira gue kendaraan apa. Yang kalau berhenti ngasih lampu warna merah. Abisnya sih lo kalo jalan tuh pake mata, jangan liat kebawah mulu. Gini kan jadinya."

"Di mana-mana jalan pake kaki bukan pake mata! Emangnya lo kenapa berhenti? "

" Gue lupa sama ruangan Dokter Michael. Ini kekanan atau kekiri ya, hehe. " Ucap Rafael sambil menyengir.

Saat ada diruangan Dokter Michael, dia takut dimarahin oleh Dokter Michael seperti yang ia pernah lakukan. Tapi itu semua tidak terjadi, malahan Dokter Michael biasa saja saat Fany dan Rafael masuk kedalam seperti tidak terjadi sesuatu. Dia memberikan resep obat-obatan kepada Rafael.

Setelah siap memberikan resep obat dan memeriksa keadaan Fany, mereka keluar dari ruangan Dokter Michael dan menghembuskan nafas lega.

"Sekarang lo udah gak harus lagi kabur-kaburan dari rumah sakit. Tapi lo harus inget minum obat dan lo juga harus persiapkan diri lo buat operasi nantinya. Lo gak usah takut kan ada gue yang selalu ada disamping lo. " Ujar Rafael.

About Him (End)Where stories live. Discover now