7th Day

1.1K 239 409
                                    

Kini, bayanganmu ikut hadir bersama berbagai sembari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kini, bayanganmu ikut hadir bersama berbagai sembari. Sembari diam, berjalan, hingga memikirkan ketidaktahuan yang kelak aku rindukan.

📷📷📷

Adis sudah kesal. Suara ponsel yang di-load speaker dia dengarkan dengan ogah-ogahan. Tidak peduli jika di seberang sana Bas terus menjambaki rambutnya, kehabisan akal hendak bagaimana lagi membuat Adis berubah pikiran.

"Lo ikutnya organisasi yang isinya cewek semua ajalah, Dek."

Adis tidak tahan lagi untuk memutar bola mata. "Abang apaan banget, sih? Ya mana ada yang kayak gitu, Bang!"

Dari dulu, Bas memang sangat protektif terhadap Adis. Hanya saja, gengsi terus membalut perhatiannya itu. Sehingga Bas lebih terlihat pemaksa dibanding memegang predikat sebagai kakak yang penyayang.

"Ya jangan UKM juga, Dek. Ikut himpunan aja kenapa, sih? Dulu lo juga di OSIS, kan. Himpunan nyambung tuh sama OSIS."

Bas pernah menjadi mahasiswa. Dia tahu betul kalau kegiatan di UKM lebih sulit disesuaikan dengan kegiatan perkuliahan, sebab skalanya yang tingkat universitas. Di mana harus menyatukan jadwal mahasiswa dari berbagai jurusan dan fakultas, sehingga jadwal yang ditentukan kadang sulit diikuti. Selain itu, pengawasan UKM oleh pembina juga tidak terlalu kuat, tidak seperti di jurusan maupun fakultas. Saat masih mahasiswa dulu, UKM Pers di kampusnya bahkan sampai kebobolan. Ada mahasiswa yang terjerat narkoba selama mendalami kasus yang mereka usut. Hebatnya lagi, pembina yang ditunjuk sama sekali tidak mengetahui hal itu.

Jika yang dihadapi bukan Adis dengan sifat manja, tetapi terus ingin menyangkalnya, Bas akan lebih tenang. Namun, dengan Adis, dia khawatir jika gadis itu berusaha mengikuti segala kegiatan yang diselenggarakan, padahal sebenarnya dia kesulitan. Selain itu, Bas tidak berada di dekat Adis. Dia tidak bisa membayangkan jika terjadi sesuatu yang buruk pada Adis.

"Nggak sekalian nyuruh aku ikut Rohis, terus gabungnya di departemen nisa'?" Adis sengaja menjawab begitu. Niatnya sih memberikan kesan sarkastik yang menggambarkan kekesalannya. Namun, jawaban Bas justru membuat gadis itu semakin geram.

"Ide bagus. Oke, jadi lo ikut Rohis aja, Dek," sambut Bas dengan antusias.

Adis membanting bolpoin, menghentikan kegiatannya yang sedang merangkum materi kuliah. Bukan marah. Hanya saja dia kesal sebab Bas tidak membaca sarkasmenya dengan benar. "Udah, ah, Abang. Pokoknya aku mau ikut UKM, titik nggak pake tawar-menawar lagi. Bye. Assalamualaikum."

Adis memutuskan sambungan itu secara sepihak. Tidak memberi sedetik pun jeda bagi Bas untuk menjawab salamnya.

Gadis itu baru hendak beranjak mengambil mengisi botol air minum, tetapi jeritan ponsel menghentikan gerakannya. Nama Bas tertera di sana sebagai pemanggil.

Ingin sekali Adis menggeser ikon merah untuk me-reject. Namun, perbuatan itu akan lebih menyulitkannya. Sebab Bas pasti akan memperlihatkannya kepada ayah dan ibu mereka, lalu akan berkata begini, "Yah, Bu, Adis susah banget dihubungi. Nanti kalau ada apa-apa gimana? Besok lagi jangan dibolehin keluar kalo kayak gini caranya." Skenario yang sudah Adis hafal di luar kepala.

Day With Yesterday [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang