41st Day

1.4K 130 41
                                    


Satu yang perlu kamu tahu, bahwa rasa sayang tidak bekerja dengan asas untung dan rugi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Satu yang perlu kamu tahu, bahwa rasa sayang tidak bekerja dengan asas untung dan rugi.

📷📷📷

"Mbak, pakai ini aja."

Kembangan senyum menyembul apik di wajah gadis itu, yang beberapa detik lalu bergegas berdiri dan menghampiri seorang perempuan yang baru saja sampai di tanah datar yang sama dengannya. Gadis itu-Adis-mengulurkan trekking pole kepada perempuan yang saat ini masih tampak ngos-ngosan setelah menaiki tanjakan yang cukup tinggi, tetapi tidak terlalu tajam.

Perempuan itu tampak bingung, dengan tangan yang masih bertumpu pada lutut, belum menyambut uluran Adis. "Terus mbaknya gimana?" tanyanya.

Menanggapi hal itu, Adis hanya tersenyum. "Nggak apa, Mbak. Nanti aku pinjem temen-temenku yang cowok," sambutnya sambil menggerakkan mata ke arah belakang, di mana rombongannya tengah beristirahat.

Perempuan itu pun akhirnya menyetujui, menyambut kebaikan yang bahkan pelakunya tidak menyadari bahwa itu adalah hal yang besar. Ah, ternyata benar. Ketika suatu hal sudah menjadi akhlak, seseorang bahkan tidak membutuhkan pemikiran mendalam untuk memutuskan. Seperti sudah tertanam dalam diri, harus apa saat menghadapi apa. Dan Adis tahu, bahwa tidak semua akhlak bernilai baik. Itu sebabnya dia terus mencoba untuk menghilangkan hal-hal yang buruk-khususnya yang membuat orang lain terbebani-dari dirinya. Berhasilkah? Entahlah. Adis hanya merasa bahwa dia masih perlu membiasakan diri, untuk waktu yang lama.

"Padahal trekking pole-nya dapet nyewa." Suara Fau menyambut kedatangan Adis, membuat lampu pijar di kepala gadis itu menyala. Adis pun menepuk dahi, tetapi kemudian mengibaskan tangan di depan wajah sebagai gestur tak peduli.

Sambil mendudukkan diri di tanah yang lebih tinggi-di mana yang lainnya juga sedang duduk-Adis berkata, "Nggak apa, ah. Mbaknya butuh, tau. Kayaknya baru pertama naik, deh."

"Serasa lo udah sering naik aja, Dek." Tentu saja, itu suara Bas, yang masih dan akan selalu gemar membuat Adis tidak menang. Sementara sang adik hanya memanyunkan bibir sambil mendelikkan mata.

Lalu, matanya tak sengaja bersirobok dengan pria yang duduk paling jauh darinya. Pria yang menyunggingkan senyum tipis, tanpa sedikit pun mengalihkan mata padahal sudah tertangkap basah sedang mencuri pandang. Oh, atau bukan mencuri pandang? Sebab dia memang terang-terangan memandang Adis dengan begitu intens.

Perlahan, Adis melihat tangan pria itu bergerak, mengacungkan jempol kepadanya. Gadis itu pun ikut tersenyum, dengan lukisan yang semakin lebar sebab benar-benar tidak bisa ditahan.

Ingatannya melayang pada saat-saat mereka baru mengenal. Betapa Adis sangat tidak ingin melihat mata pria itu yang selalu mengintimidasi. Apalagi mendengar omelan dan segala ke-well prepared-an pria itu yang kini justru Adis kagumi.

Day With Yesterday [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang