26th Day

532 125 106
                                    


Tidak ada sedetik yang hanya berarti sekadar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak ada sedetik yang hanya berarti sekadar. Sebab yang sangat sebentar itu mampu menjadi saksi berubahnya banyak hal yang tak pernah terprediksi.

📷📷📷

"Duluan, Pra. Nanti saya nyusul."

Kalimat itu tertangkap telinga Adis ketika dia dan Prasaji sudah sampai di depan pagar masjid fakultas, membuat kedua tubuh itu berhenti bergerak. Pria itu tersenyum dan Adis membalas dengan hal serupa, tetapi lebih tipis dan terasa berat.

"Oke, Kak. Nanti ketemu lagi di pelataran masjid aja."

"Em, kamu langsung ke koridor Manajemen aja. Saya kayaknya ada urusan bentar."

Adis hanya mengangguk sebagai isyarat setuju. Gerakan kepalanya itu membuat Prasaji menjauh dari hadapannya, bergerak meninggalkan kompleks masjid.

Helaan napas langsung mengudara, mengiringi langkah Adis yang menyongsong tempat ibadah. Setelah ini, entah apa yang akan ditemui olehnya, Adis tidak tahu. Akankah Prasaji meminta mereka untuk tidak lagi bertemu ... paling tidak untuk sementara waktu? Ataukah hal yang lebih mengerikan daripada itu?

Tidak bisa berbohong, keresahan mengerubunginya. Kehadiran Prasaji sudah membuatnya terbiasa, membuatnya nyaman. Rasanya pasti berat jika tiba-tiba dia harus kehilangan pria itu.

Adis tidak naif. Penolakan pasti bukan suatu hal yang mudah. Dia tidak bisa memaksa Prasaji untuk tetap tinggal dan berlaku seolah tidak ada yang terjadi, sementara gadis itu mungkin menyakitinya.

Wajar jika Prasaji menjauh. Namun, Adis tidak bisa membayangkan pria itu akan lenyap dari harinya. Hal itu yang membuat rapalan harap terus mengudara agar satu kata itu tidak berlaku selamanya.

Seusai menunaikan salat zuhur, kegelisahan Adis berangsur turun, seolah ada kekuatan tak kasat mata yang turut menguatkannya. Mungkin tidak akan ada lagi belajar bersama di perpustakaan bersama Prasaji seperti tadi dalam waktu dekat, tetapi itu lebih baik dibanding harus menyembunyikan hal yang cukup krusial. Tak apa jika untuk sementara hubungan mereka merenggang, daripada harus menghadapi hal yang lebih buruk jika semakin lama memendam.

Adis meraih sneakers putih dengan simpulan rumit yang menghiasi, khas Adis. Sebelum beranjak, dia menoleh ke bagian pria, siapa tahu bisa melihat Prasaji di sana. Namun, karena tidak mendapatkan apa yang dia mau, Adis bergegas menuju koridor Manajemen, seperti janjinya kepada Prasaji tadi.

Turun dari tangga yang menghubungkan masjid dengan bagian belakang gedung Manajemen, Adis mengambil langkah ke kiri, untuk kemudian berbelok ke kanan di ujung bangunan.

Day With Yesterday [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang