31st Day

546 122 70
                                    


Bagaimana bisa kupastikan bahwa hati tidak terus-terusan mendominasi kepala, jika itu tentang kamu?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagaimana bisa kupastikan bahwa hati tidak terus-terusan mendominasi kepala, jika itu tentang kamu?

📷📷📷

Pintu kayu besar sudah tertutup, tersisa Jati yang berdiri di hadapan Adis setelah melepaskan handel pintu berukiran artistik itu. Perlahan, pandangan Adis memutar, mengabsen berbagai furnitur bergaya vintage yang tertata rapi di ruang tamu. Waktu itu, Adis hanya melihat dari luar dan tidak sempat memperhatikan konstruksi klasik yang mengagumkan ini.

"Lampunya bisa jatuh kalau kamu perhatikan terus begitu."

Adis segera mengalihkan mata dari lampu gantung klasik di atas sana, disambut dengan seringai tipis dari Jati. Hal itu membuatnya berdecak lalu mencebikkan bibir, diikuti bola mata yang berlari malas dari pria itu. Menyembunyikan ekspresi—apa pun itu—bukanlah hal yang bisa Adis lakukan. Kini, saat ketakjuban melingkupi, Adis tahu perkataan Jati memiliki makna tersembunyi. Mengejek keterpesonaannya, mungkin?

"Mau bilang aku norak, kan, pasti?"

Nada dongkol yang meluncur dari mulut Adis ditanggapi dengan tarikan alis oleh Jati, disusul kekehan ringan yang mengiringi kalimatnya. "Did I say it? Berburuk sangka saja kamu ini."

Setelahnya, Adis menurut saja saat Jati memintanya duduk di kursi ruang tamu. Meski awalnya masih betah dengan cebikan di wajah, rautnya berangsur normal saat sudah kembali mengamati ruangan luas itu. Entah mengapa, Adis merasakan kehangatan dari berbagai gradasi warna cokelat yang mendominasi, tetapi juga tidak menampik adanya hawa dingin yang menelisik. Suasana sepi yang ada di rumah ini tidak hanya datang dari absennya suara, tetapi juga dinding-dinding yang bersih tanpa satu pun foto penghuninya. Hanya ada beberapa lukisan abstrak, kaligrafi, juga lampu dinding di beberapa sisi. Biasa saja sebenarnya, melihat sebuah rumah tanpa foto pemiliknya. Namun, berbeda dengan rumah ini yang menjadi semakin sepi saja.

Adis menatap arah perginya Jati. Entah apa yang akan dilakukan pria itu dengan belanjaan yang tadi mereka beli pasar. Yang pasti, Jati sungguh berbeda dengan Adis yang dari luar rumah saja sudah berteriak menghebohkan seluruh insan yang mendiaminya.

Suara ketukan jemari di lengan kursi yang menjadi satu-satunya suara, kini memiliki teman dengan frekuensi yang lebih tinggi. Adis langsung menoleh kala seruan namanya tertangkap rungu, kemudian gadis itu beranjak berdiri saat menyadari pria yang memanggilnya tidak sedang sendiri.

Senyum kikuk langsung terpulas, saat seorang wanita awal tujuh puluhan duduk di kursi roda dengan Jati berdiri di belakangnya. Kerutan di wajahnya terlihat jelas, bagian kirinya terlihat lebih kendur dari sisi lain.

"Nduk."

Tergagap, Adis melarikan marta kea rah Jati yang dihadiahi senyuman tipis. Sadar apa yang harusnya dilakukan, Adis segera menghampiri dua itu, lalu menunduk dan mengambil tangan sang perempuan untuk dikecup.

Day With Yesterday [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang