21st Day

626 125 156
                                    


Pesimistis kadang membuat kita bersiap atas banyak hal, berusaha lebih keras untuk bertahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pesimistis kadang membuat kita bersiap atas banyak hal, berusaha lebih keras untuk bertahan. Sebab kita memercayai ketidakpastian dan meyakini adanya peluang kegagalan.

📷📷📷

Adis tidak bisa mangkir, bahwa project pemotretan yang dirancangnya memang sangat menyita waktu dan membuat kesibukannya bertambah. Weekdays sudah menjadi waktu yang melelahkan, ditambah harus mengikuti sesi OGM dan segala tugasnya di hari Sabtu. Namun, tidak ada sedikit pun hasrat yang membuatnya ingin berhenti saja. Sebab kerinduan itu nyata, dan Adis tidak memiliki ide lain untuk menuntaskannya selain dengan menyusuri seluruh tempat yang potretnya dia simpan rapat-rapat.

Gadis itu mengubah posisi tidurannya menjadi telentang, sambil mengangkat tinggi selembar foto. Diperhatikannya polesan warna yang mencetak pemandangan sebuah pantai, membuat ingatannya melayang jauh.

"Wah, ini buat aku?" kata Adis suatu hari, saat Radit memberinya dompet polaroid berwarna cokelat, dengan berbagai macam foto yang mengisi.

"Kalau kamu nggak menemukan Kakak di mana pun, kamu akan selalu menemukan Kakak di sana."

Dengan cepat, Adis langsung menoleh kea rah Radit, juga mengganti senyum di wajahnya dengan ekspresi bingung dan menuntut penjelasan. "Emangnya Kakak mau ke mana? Katanya bakal selalu sama aku? Kakak kan udah janji," protesnya tak terima.

Menanggapi cecaran itu, Radit tersenyum. Tangannya menyelipkan anak rambut Adis yang keluar dari ikatan ke belakang telinga. "Dis, setiap orang punya keterbatasan, termasuk batas dalam memenuhi janjinya. Kakak nggak berniat pergi, tetapi kalau memang harus begitu ... mau bagaimana lagi?"

Adis menyingkirkan tangan Radit di kepalanya, lalu membuang muka. Kenapa orang-orang selalu pesimis untuk mempertahankan kebersamaan, sih? begitu batinnya.

"Jangan marah. Kalau soal Kakak yang akan selalu ada di tempat itu, janjinya nggak terbatas, kok."

Adis menoleh, lagi-lagi dengan cepat. Kali ini, gadis berumur lima belas tahun itu menatap lawan bicaranya dengan kesangsian. "Bener?"

"Iya," sambut Radit disertai kekehan.

"Janji?"

"Janji."

Kedua kelingking sepasang manusia itu bertahut, dengan senyum milik Radit dan wajah cemberut Adis yang perlahan memudar, digantikan senyum tipis yang terulas.

Namun, dengan cepat Adis mengerutkan kening, membuat Radit mengikuti rautnya itu.

"Yang bakal di tempat-tempat foto ini tuh Kakak atau cuma baunya Kakak yang udah sama sekali nggak berbekas? Pasti Kakak bilang gitu karena Kakak udah pernah ke sana, jadi akan selalu ada Kakak di sana. Iya, kan? Ish."

Radit langsung tergelak, mengacak rambut Adis yang empunya kini bersedekap jengkel. "Salah-satunya. Tapi nggak menutup kemungkinan Kakak akan ke sana, kalau kepergian Kakak dari kamu bukan karena harus ke surga."

Day With Yesterday [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang