BITTERSWEET

137 11 0
                                    

Claire begitu bersemangat pagi ini. Langkah kakinya ringan seakan menari. Rambut hitam lurus sebahunya dibiarkan tergerai. Setelan celana jeans Levi's biru gelap berpotongan skinny dan Celine lavalieré blouse warna putih gading yang ia kenakan pagi ini membuatnya terkesan dinamis dan ceria namun tetap elegan. Langkah kakinya yang cepat membuatnya harus memilih sepatu sport Nike Air force 1'07 putih unuk melengkapi penampilannya. Tas Céline medium triomphe warna hitamnya ikut berayun ayun mengikuti langkah Claire yang cepat.

Pagi ini Claire sedang mengunjungi mbah Lasmi. Ada rasa bahagia dalam dirinya karena merasa hari ini bisa mengunjungi mbah Lasmi. Tentu saja dengan harapan bahwa ia akan bertemu dengan Egan yang belakangan ini sibuk mewarnai benak Claire. Bahkan ia menyempatkan diri membeli seikat buket bunga mawar putih yang cantik berikut dengan vasnya untuk diletakkan di kamar mbah Lasmi.

Lorong Rumah Sakit yang panjang agak lengang pagi ini. Mungkin karena hari masih pagi. Kicau burung gereja terdengar bersahutan di taman tengah Rumah Sakit. Bau desinfektan samar-samar tercium dari sepanjang jalan yang Claire lewati. Bau khas Rumah Sakit.

Sesampainya di depan kamar mbah Lasmi, Claire melihat ada seorang pemuda yang usianya Claire perkirakan sepantaran Egan nampak membaca koran sambil duduk di kursi tunggu. Wajahnya khas Jawa. Cukup tampan dengan jenggot tipis yang dibiarkan tumbuh rapi dan hidung yang mancung. Wajahnya nampak cerdas dan ramah. Tapi Claire merasa belum pernah bertemu dengan pemuda itu.

"Permisi..." sapa Claire.

Pemuda itu langsung menoleh ke arahnya sambil meletakkan koran yang ia baca ke samping tempat duduk dan berdiri sopan menghadap Claire.

"Ya?" sahut pemuda itu dengan sorot mata penuh tanya.

Claire tersenyum tipis, lalu mengatakan tujuannya datang.

"Saya mau menjenguk mbah Lasmi."

Pemuda di depannya langsung tersenyum lebar dan berkata ramah, "Ah iya! Monggo, silahkan. Beliau sedang tiduran saja. Ini tadi baru selesai makan."

Claire tersenyum tipis mendengar kabar itu. Dalam hatinya begitu bersyukur keadaan mbah Lasmi semakin membaik.

"Oh iya. Saya Claire." ujar Claire memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya.

Pemuda di depannya tersenyum ramah sambil menangkupkan kedua telapak tangannya di depan dada lalu berkata ramah, "Ah! Tentu saja. Saya sudah menduga bahwa anda adalah nona Claire. Egan sering bercerita tentang nona. Maaf sebelumnya, tapi saya tidak bisa menjabat tangan nona meski saya sebenarnya ingin."

Claire tersenyum lebar. Ia merasa lega karena ternyata pemuda di hadapannya adalah teman Egan. Apalagi sepertinya ia pemuda yang ramah dan cukup humoris.

"Nama saya Farid. Saya teman satu kontrakan dengan Egan. Panggil saja saya Farid. Tidak perlu diberi tambahan 'Mas' atau 'Dik' di depannya." gurau Farid sambil tersenyum lebar.

Claire mendengus tertawa. Ia merasa Farid orang yang menyenangkan.

"Baik, kalau begitu saya ke dalam dulu, ya?" pamit Claire.

"Iya. Monggo..."

Sepeninggal Claire, Farid masih tersenyum lalu ia bergumam pelan, "Pantes Egan kerasan jadi sopir. Lha wong bosnya bening begitu. Dasar!"

*************************************

Claire melangkah dengan hati-hati ke dalam kamar Mbah Lasmi. Ruangan dengan tembok berwarna hijau muda yang kalem dengan tirai putih di pinggir jendela itu terlihat sunyi. Sinar matahari pagi menerobos masuk melalui jendela berbingkai kayu yang dicat putih. Dari jendela itu nampak pemandangan taman belakang Rumah Sakit yang dipenuhi pohon trembesi besar dan rindang. Angin sepoi menyentuh wajah Claire dengan lembut.

CLASSY MEANS BEAUTIFULWhere stories live. Discover now