12.

244 38 14
                                    

"Hari libur enggak ada niatan bantuin Mama gitu? Malah enak-enakan di taman."

Nura sudah berdiri di teras rumah saat Nila dan Danil baru saja sampai.

"Maaf, Ma." Hanya itu yang keluar dari mulut Nila. Karena percuma saja jika ia menjelaskan bagaimana pun, mamanya tetap mengomel. Danil pun hanya bungkam, tak mau ikut campur.

"Mama nanya apa, kamu jawab apa."

Nura masih menatap Nila dengan pandangan sinis. Ia masih berdiri di teras rumah, belum menunjukkan tanda-tanda menyuruh Nila dan Danil duduk atau pun masuk ke dalam rumah.

Kini Nila hanya menunduk, tak berani menjawab pernyataan sang mama. Takut jawaban yang ia lontarkan malah menjadikan situasi semakin rumit. Karena apapun jawabannya, mamanya akan selalu menganggapnya salah.

"Ma, Danil pulang dulu, ya."

Ucapan Danil mengalihkan perhatian Nura. Memasang senyum tipis, Nura menjawab, "Iya, hati-hati."

Berbeda dengan ekspresinya kepada Nila, sangat tak bersahabat. Nila memaksakan senyumnya pada Danil. Meyakinkan Danil bahwa tak akan terjadi sesuatu yang mengkhawatirkan.

"Makasih, Nil."

Danil hanya tersenyum dan berlalu dari hadapan Nila dan Mamanya. Setelah Danil hilang di balik pagar, Nura meninggalkan Nila di teras rumah. Ia berlalu masuk ke dalam rumah.

Nila tersenyum kecut. Ia sadar betul kehadirannya tak pernah dianggap ada. Hati Nila sesak bukan main, selalu tergores dengan perkataan ataupun sikap Mamanya.

Aku salah apa sebenarnya? Batin Nila dengan tatapan sendu.

Nila terduduk lesu di kursi teras rumah sembari menutup wajahnya yang ia yakini butiran kristal di pelupuk matanya akan segera jatuh ke pipinya.

Seseorang mengusap pundak Nila lembut. Menarik Nila ke dalam pelukannya guna menyemangati sang adik. Ya, seseorang itu kakaknya. Tepatnya Kak Diki.

"Nangis aja, Nil. Jangan dipendem," ujar Kak Diki.

Tangisan Nila pun pecah seketika. Ia menangis tersedu-sedu di dada sang kakak. Nila mencoba meredam tangisnya, tapi tetap saja ia tak mampu membendungnya.

"Mama beneran enggak sayang gue, ya?" lirih Nila di dalam dekapan Diki. Nila bertanya tanpa menatap wajah kakaknya.

Diki tak menjawab sepatah kata pun. Ia hanya mengusap punggung Nila berharap tangisannya itu reda.

Setelah merasa tenang, Nila mengurai pelukannya dan menghapus sisa-sisa air matanya. Mencoba tersenyum pada Kak Diki agar kakaknya itu percaya, bahwa Nila yang Kak Diki kenal itu sangat kuat.

"Nah gitu dong senyum. Sekarang lo masuk terus bantuin mama gih. Jangan nunggu disuruh baru ngerjain."

Nila hanya menganggukkan kepala, tanpa berniat menjawab. Nila langsung menuju dapur, memeriksa apakah ada tugas yang harus ia bantu selesaikan.

Netranya menangkap setumpuk alat makan kotor. Ia bergegas sebelum Nura mengomelinya. Dengan telaten, ia mencuci piring kotor yang menumpuk.

"Gitu dong cuci piring. Jangan mama mulu yang ngerjain!"

Ucapan Kak Dika yang berniat ke kamar mandi dan kebetulan melewati tempat Nila saat ini, menghentikan gerakan tangan Nila sesaat.

Perkataan sepele itu mampu menembus relung hati Nila. Seakan tak merasa bersalah, Kak Dika berlalu begitu saja masuk ke kamar mandi.

Sabar, jangan diambil hati. Batin Nila menguatkan diri sendiri.

Nila melanjutkan kembali kegiatan mencuci piringnya. Mencoba melupakan ucapan kakaknya barusan.

Setelah selesai, Nila beranjak ke kamarnya berniat istirahat sebentar. Penglihatannya teralihkan saat melihat pintu rumahnya terbuka lebar. Bergegas Nila menutupnya.

Sebelum mencapai batas pintu, ia melewati kamar Nura yang dekat dengan daun pintu. Nila tak berniat mengintip, tak sengaja ia melihat mamanya yang terbaring lemah di atas ranjangnya.

Hati kecilnya seketika teremas pedih. Tak tega melihat mamanya dalam keadaan seperti itu.

"Ma ...," panggil Nila lembut setelah berperang dengan batinnya dan memutuskan untuk menghampiri mamanya.

Mata Nura tetap terpejam, seakan ia tak pernah tidur berhari-hari. Nila masih memperhatikan Nura dengan berdiri di sebelah ranjangnya.

Perlahan Nila duduk di samping mamanya dan memberanikan diri mengusap lembut surai Nura.

Entah mengapa tangan Nila tiba-tiba bergetar. Ia merasa terharu bisa berdekatan dengan mamanya seperti ini. Ya ... walaupun Nura dalam keadaan tidur.

Nila ingin lebih dari itu. Pikirannya berkhayal ia ingin dipeluk Nura. Sungguh Nila sangat menginginkan dipeluk mamanya. Ia ingin tahu bagaimana rasanya pelukan seorang ibu. Terakhir pelukan yang ia dapatkan dari Nura yaitu ketika di dalam ... mimpi.

Nila terlihat ragu untuk mencoba memeluk mamanya duluan. Tapi ia sangat menginginkannya. Akhirnya, menjulurlah tangannya untuk mendekap Sang Mama.

Perlahan tubuhnya merapat pada Nura dengan posisi setengah membungkuk. Akhirnya ... Nila merasakan juga rasanya pelukan seorang ibu. Ini nyata, bukan di dalam mimpi lagi. Air matanya menetes seketika.

"Nila sayang Mama."





―――――――――――――――
To be continue

...

Tap bintangnya❤

DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang