8.

326 84 195
                                    

"Assalamu'alaikum."

Pintu dibuka oleh Nura. "Kata Ayah kamu pergi sama Diki, kok cuma sendiri pulangnya?"

Mamanya itu tak menjawab salamnya, Nura lebih mementingkan setitik kabar dimana Kak Diki berada sekarang. Tentu saja, karena Kak Diki dan Kak Dika adalah anak kesayangan.

"Assalamu'alaikum, Ma," ulangnya sekali lagi, berharap Nura  menjawabnya. Karena hukum menjawab salam itu wajib.

"Wa'alaikumussalam, mana kakakmu?"

Fyi mereka masih berdiri di ambang pintu. Mungkin sampai Nila memberitahu dimana Kak Diki sekarang. "Tadi ada telepon enggak tahu dari siapa, terus aku langsung diantar pulang, Ma."

Tanpa menjawab apapun Nura mendahuluinya memasuki rumah. Nila termenung sejenak, apa benar tak ada senyuman untuknya dari Nura? Sesulit itukah menunjukkan senyum padanya?

Lagi-lagi Nila harus bersabar. Semua akan indah pada waktunya bukan?

Nila melangkahkan kaki menuju kamarnya dengan lesu. Setelah membersihkan diri, rebahan adalah kesukaannya. Mencari ponsel dan tak lupa menghubungi Danil untuk bercerita tentang hari ini.

Nila.H
P
P
P

Danileeee
Lo lagi banyak tekanan ya?

Nila.H
Knp lo ngomong gitu?

Danileeee
Karena, P dlm fisika itu
artinya tekanan, jadiiiii
kalo orang ngechat P P P
itu artinya dia banyak tekanan
hahaha

Mungkin menurut Danil lucu, tapi bagi Nila tidak. Gabut banget nih orang.

"Hallo!" ujar Nila dengan nada ketus, karena tiba-tiba saja Danil langsung menelponnya. Mungkin gara-gara pesannya tak Nila balas. Malas sekali meladeni kegabutannya.

"Gue bukan koran kali, Nil. Jangan dibaca doang napa."

"Suka-suka gue dong," jawab Nila dengan wajah memberengut kesal. Tapi percuma saja, Danil enggak akan melihat wajahnya.

Terdengar helaan napas dari seberang sana. "Lo pasti mau cerita, ya?"

"Iya, lo harus dengerin."

"Apapun buat lo, Nil."

Mengalirlah cerita Nila pada Danil. Dimulai dari Nila yang mencoba mengambil alih pekerjaan mamanya. Sampai ia pulang ke rumah setelah pergi ke cafe dengan Kak Diki. Semua lengkap, tak ada yang Nila kurangi atau tambahi.

"Lo mah sedih-sedih mulu deh, mau bahagia enggak, Nil?"

"Ya mau lah! Masa iya enggak mau bahagia sih!" ucap Nila tak santai. Nila heran dengan Danil, pertanyaan semacam itu saja masih patut dipertanyakan? Ada-ada saja. Siapa pula yang tak ingin bahagia ... tentu semuanya pasti ingin bahagia. Betul bukan?

Terdengar suara tawa pelan sekali, "Harusnya lo hidup bareng gue."

Tutt.. Tutt.. Tutt

Lah ... apa maksudnya?

Mencoba tak Nila pikirkan, ia tarik selimut dan mematikan lampu. Waktunya bergegas menuju alam mimpi.

Selamat malam, Kudanil.

Eh?

***

DifferentWhere stories live. Discover now