9.

326 55 26
                                    

"Nil! Nilaaaa!" teriak Danil saat Nila akan membuka gerbang rumah. Terlihat wajah lelahnya yang membuat Nila khawatir. Sebenarnya Danil dari mana?

Nila menoleh, "Lo dari mana aja sih, bikin gue panik aja deh. Kenapa bolos?"

Setelah turun dari motor, Danil ikut bersama Nila menuju kursi yang ada di teras rumahnya. Menghela napas, Danil mulai bercerita.

"Mama kambuh, Nil. Lo harus bantu gue sekarang."

"Ayo, sebelum bel masuk."

Danil dan perempuan itu berlari meninggalkan sekolah dan menuju kediaman perempuan itu. Setelah sampai, Danil tak menyangka, pemandangan yang ia lihat sungguh menyedihkan. Seorang wanita paruh baya sedang menggendong boneka, sesekali menyebut nama Shilla sambil tersenyum.

Perempuan yang bersamanya tadi, bernama Ratih, ia kakak kandung Danil sekaligus kakak kelasnya. Ratih dan Danil begitu rapuh melihat pemandangan ini, terlebih wanita dihadapannya kini ialah ibu kandung mereka.

"Mama selalu panggil Shilla. Gue mohon lo bawa dia kesini."

"Jadi, Mama Papa lo seka―"

"Iya, mereka orang tua angkat gue."

Nila menutup mulut tak menyangka. Mengapa hal sepenting ini ia tak tahu. Padahal mereka berteman sedari kecil. Kenapa Danil rahasiakan?

"Kenapa lo enggak kasih tahu gue?" ujar Nila meminta penjelasan. Tapi Danil tetap bungkam. Mungkin Danil bingung harus bicara seperti apa untuk menjelaskannya pada Nila.

"Seiring berjalannya waktu, lo pasti bakal tahu kok."

Nila masih termenung, tak menyangka Danil merahasiakan sesuatu darinya. Apa keluarga Nila juga tahu? Atau hanya Nila yang memang belum tahu semuanya?

Hidup Nila terlalu banyak teka-teki. Fakta bahwa Mamanya yang mungkin tak menganggapnya anak. Ayahnya dan Kak Dika yang sikapnya dingin padanya. Kak Diki yang selalu baik padanya ... padahal anggota keluarganya yang lain tak begitu. Kali ini, Danil yang mulai merahasiakan sesuatu darinya.

Entah apa alasan mereka dibalik semua ini. Nila terlalu lelah untuk selalu menerka-nerka perihal mereka.

"Woi, haus nih, minum dong."

Danil melambaikan tangan di depan wajah Nila, tapi Nila tak menggubrisnya. Lamunan menguasi pikirannya. Ia terlalu tak menyangka dengan ini semua.

"Nil, lo bisa pulang sekarang?" ucap Nila tanpa menatap Danil. Nila benar-benar ingin sendiri untuk saat ini.

"Lo jangan terlalu mikirin, Nil. Gue bilang 'seiring berjalannya waktu, lo pasti tahu' tunggu waktunya ya."

Nila bungkam, tak merasa perlu menjawab pernyataan Danil. "Kalau lo enggak mau pulang, gue yang masuk sekarang."

Tak ada jawaban apapun dari Danil. Nila melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah. Pintu ia biarkan terbuka. Terlihat Mamanya yang sedang menonton tv.

"Tumben baru pulang," sapa Nura secara halus, tanpa menoleh melihatnya.

"Tumben Mama peduli," jawab Nila acuh tak acuh.

"Nila!" tegur Kak Diki pada Nila Astaghfirullah. Kenapa aku berani sekali menjawab Mama seperti itu. Nila merutuk dalam hati.

Nila masuk ke dalam kamarnya. Duduk di atas ranjang, menghela napas pasrah. Ia mengusap wajahnya gusar. Semua ini gara-gara kudanil. Kalau dia tidak menjelaskan seperti itu, mungkin saja aku masih seperti biasa.

Seharusnya Nila tak usah tahu faktanya. Tapi kebenaran yang diucapkan walau menyakitkan akan jauh lebih baik daripada kebohongan yang menguasai diri kita.

Kak Diki ternyata mengikuti Nila ke kamar. "Lo kalau ada masalah sini cerita sama gue, jangan kaya tadi ya. Itu bukan Nila yang gue kenal. Nila adik gue itu tetap sabar menghadapi semua perlakuan Mama."

"Maaf, Kak," lirih Nila menundukkan pandangan.

"Ya udah sekarang lo bersih-bersih badan dulu gih, abis itu istirahat bentar. Jangan lupa bantu Mama ya jangan di kamar mulu. Lo anak perempuan, enggak baik diem di rumah enggak bantu orang tua. Lo harus biasain itu karena enggak selamanya lo tinggal sama Mama terus."

Nila mendongak, menatap Kak Diki tak percaya. Sudah berapa kali Kak Diki menasehatinya seperti itu. Mungkin tak terhitung.

"Iya." Hanya itu yang keluar dari mulut Nila. Bahkan Nila sampai bingung harus menjawab apalagi.

"Gue berangkat dulu, ada jadwal kuliah siang nih."

Belum mencapai pintu, Nila sudah berteriak, "Eh, tunggu!"

Sebenarnya Nila mau menanyakan perihal di cafe waktu itu. Alasan kenapa Kak Diki sangat panik dan berakhir mengantarkan Nila pulang. Tapi Nika takut disebut adik yang terlalu ikut campur. Bagaimana pun selama ini hanya Kak Diki yang selalu peduli padanya. Nila takut setelah menanyakannya, Kak Diki berubah dan tak mau menganggapnya adik lagi, karena ia terlalu ikut campur urusan pribadinya.

Oke ini terlalu berlebihan.

Nila yakin, apapun yang ia tanyakan, Kak Diki akan senantiasa menjawab tanpa memakai emosinya.

Tarik napas ... buang. "Kak Diki ada waktu bentar? Gue pengen nanya sesuatu."

"Oke, lima menit ya."

Nila kumpulkan semua keberanian, ia merangkai kata demi kata agar tak salah bicara. Tenang Nila, tenang.

"Maaf kalau gue terkesan ikut campur, gue mau na―"

"Waktu di cafe?" potong Kak Diki.

"I-iya."

Kak Diki menyambangi Nila dan ikut duduk bersamanya di atas ranjang. "Lo enggak perlu khawatir, itu cuma hal sepele kok."

Seandainya lo tahu semuanya dari awal, Nil. Batin Kak Diki.

Hanya itu jawaban yang diberikannya. Nila tak tahu harus menanggapi seperti apa. Nila tak sanggup untuk menanyakannya lebih lanjut, karena dari jawabannya barusan terkesan Kak Diki tak mau ditanyai lagi.

Apa Nila harus mengalah lagi? Kenapa Nila yang harus selalu mengalah? Statusnya di rumah ini adalah anak bungsu. Di saat teman-temannya yang menyandang status sebagai anak bungsu itu seputar kasih sayang, justru Nila berbanding terbalik. Sungguh sangat menyedihkan.

Fakta bahwa aku anak bungsu tak menjadikanku di sayang oleh orangtuaku. Sebenarnya aku ini salah apa?

"Oh, oke." Nila tak tahu harus mengatakan apalagi.

Mungkin benar kata Danil, seiring berjalannya waktu, Nila pasti bakal tahu. Semua hanya menunggu waktu yang tepat. Ya, Nila harus percaya itu.

Oke Nila, tenang. Lo enggak boleh sedih terus. Lo harus senyum.

Nila menarik lengkungan bulan sabit di wajahnya. Kemudian ia melangkah menuju kamar mandi. "Ya udah, Kak, gue mau bersih-bersih dulu."

Maaf, Nil. Belum waktunya lo tahu. Batin Kak Dika saat Nila benar-benar tak ada di hadapannya.


―――――――――――――――――――
Tbc

Jangan lupa taburin bintang dan spam comment nya gaisss😉

Next?

DifferentWhere stories live. Discover now