"Menurut lo gimana Hao?"
"No comment," jawab Minghao, yang memang tidak ingin berkomentar apa-apa, selain hanya dapat melihat, kalau Taeyong tertarik pada Lisa. Di sisi lain, cukup merasa senang kalau sahabatnya tidak bertepuk sebelah tangan. Namun di sisi lain lagi, ia merasa bahwa waktunya tidak tepat.
Yuju mendecak. "Ah, gimana sih lu, temen cewek lu tuh lagi mau dibuayain sama cowok. Lo kaga mau apa labrak gitu?"
Kali ini Minghao yang mendecak. "Ck, mau labrak gimana? Kalo seandai Lisa mau ngejauh kaya yang dia mau kemarin, gua bisa bantu, ngomong sama Taeyong. Tapi kalo Lisa dalam sekejab berubah pikiran, dan mau nikmatin, gua bisa apa?"
Yuju terdiam. Ia juga tampak setuju akan ucapan Minghao. Walau mereka bersahabat, namun bukan berarti mereka dapat mengomentari segala hal yang ada pada atau yang terjadi pada sahabatnya. Bersahabat pun, mereka harus tahu batasan-batasan nya untuk tidak terlalu mengatur, apalagi mencampuri.
Yang hanya dapat dilakukanpun, hanya mendukung, melindungi, dan menegur jika itu terlampau salah namun tidak untuk mengatur berlebihan.
Sementara itu, dimana Taeyong dan Lisa berada. Mereka masih berjalan berdampingan, dengan Taeyong yang menggandeng Lisa. Mencari-cari penjual minuman yang sepi, agar tak perlu mengantri lama.
"Maskernya nggak dipake?" tanya Taeyong, menoleh pada wajah memerah Lisa.
Beberapa saat yang lalu, Taeyong tahu, kalau Lisa tidak bisa terlalu lama berpanas-panasan karena akan membuat wajahnya memerah. Tak heran Lisa selalu memakai masker penutup wajahnya.
Namun Taeyong tidak tahu, kalau masker penutup wajah juga membuat Lisa dapat melindungi identitasnya di tempat nan ramai dimana mungkin warga Universitas Deri akan mengetahui dirinya yang tengah bersama Taeyong.
"Ah, iya, lupa, tadi gue lepas karena pengap," jawab Lisa sembari menyentuh pipinya yang masih memanas. Memang kalau wajahnya memerah, pastipun ia merasa wajahnya terasa hangat.
Melihat itu, Taeyong ikut mengangkat satu tangan lainnya, hanya untuk menyentuh dan merasakan hangat dari pipi Lisa.
Tatapannya jelas menampilkan kekhawatiran. Karena hal kecil ini pula, Lisa tidak bisa menahan gejolak rasa di hatinya. Jantungnya berdebar kencang, pipinya semakin memerah, dan perasaanserta niatnya semakin terkumpul untuk memiliki.
Lisa ingin memiliki Taeyong. Tidak lagi hanya ingin memandang.
"Lo nggak sakit 'kan, Sa?"
Taeyong memandangi, menatap kedua bola mata Lisa yang membulat sempurna, juga pada tangannya yang menyentuh lembut pipi Lisa. Sangat lembut, dan hangat, Taeyong merasa cemas, namun juga ingin tersenyum karenanya.
Lisa begitu manis jika dipandangi lebih lekat. Dan alahkah riangnya, jika ia bisa menyentuhnya juga.
"A-ah, enggak. G-gue nggak sakit ...." Lisa mengatupkan bibir setelahnya, akibat dari mengeluarkan suara serak nan terpatah-patah. Ia jadi malu, salah tingkah, dan tidak dapat mengendalikannya.
Kalau biasanya ia sekuat tenaga untuk tetap menampilkan ekspresi datar, lalu menjauhkan diri perlahan. Saat ini Lisa justru menikmatinya, menikmati keberadaan Taeyong yang begitu dekat dengannya.
"Lo gugup?"
Lisa mengerjap, sontak ia mengalihkan wajah dan menggeleng. "Enggak, gue nggak gugup?"
Taeyong tersenyum tipis. Ia kemudian menegakkan punggung, menjauhkan diri dan menggandeng erat tangan Lisa.
"Ya siapa tau aja lo gugup karena besok kita tampil," ujar Taeyong, yang semakin membuat Lisa salah tingkah.
YOU ARE READING
Another Us || Yonglisa
FanfictionHi, ini Eri. Kali ini Eri akan membawakan kumpulan kisah pendek dari dua manusia favorit Eri, Lee Taeyong dan Lalisa Manoban. I hope you guys enjoy it💕 ⚠⚠⚠ ▪ 13+ ▪ Harsh words. ▪ The contents are really cringe and random. ▪ Some stories have differ...
💌secret admirer - e n d💌
Start from the beginning
