44 |

8.5K 1.5K 474
                                    

Waktu memang bekerja dengan sangat baik.
Mendewasakan, mengikhlaskan, lalu menyembuhkan.
🥀

Tiga hari terlama bagi Ren.

Saat Ren merasa optimis, terkadang ia berpikir bahwa tujuan orang tua Rosa memanggilnya adalah untuk memberinya kesempatan. Tapi keesokan harinya, rasa optimis itu luruh tanpa sisa hingga ia hanya bisa berdiam diri seharian, memikirkan kemungkinan terburuk bahwa mungkin saja tujuannya bukan itu, melainkan menyuruhnya berhenti muncul di hadapan keluarga.

Itu artinya Ren bisa saja dipecat dari pekerjaan yang sekarang.

Seperti saat ini, langkahnya tiba-tiba meragu. Apakah ia harus berhenti lebih dulu, merasa sadar diri, sebelum menemui orang tua Rosa? Hingga saat ia benar dipecat, tidak menyimpan malu yang sangat.

Tapi lagi-lagi, Ren menggeleng. Ia sudah sejauh ini. Bertemu orang tua Rosa juga bukan sekali dua kali. Beberapa waktu mereka kerap bertemu saat Tama dan Yuli berkunjung ke kantor anaknya. Ren tidak cari muka. Ia hanya menyapa layaknya seorang karyawan biasa, walau dalam hati ingin sekali mengais sebuah restu satu kali lagi. Tapi Ren selalu berhasil menahan ego.

Ren tidak benar-benar pergi. Ia menata hidup dengan lebih baik. Berjualan di pinggir jalan atau depan rumah, membawakan kedua adiknya makanan untuk dijual, hingga mereka menyebar selebaran berisi promosi katering. Pelanggan pertama mereka adalah teman Lano yang berulang tahun. Lebih dari tiga ratus porsi. Memang hasilnya tidak seberapa karena harga yang dipatok pun sangat terjangkau. Tapi itu awal yang baik.

Kesuksesannya kini tidak ada campur tangan orang lain, Ren yang giat memasarkan, serta dua adiknya yang tidak pernah mengeluh sama sekali. Ren sungguh bersyukur memiliki keluarga yang tak meninggalkan meski keadaan tidak memungkinkan.

"Abang yakin mau daftar kerja di sini?"

Itu pertanyaan yang Frisya lontarkan tahun lalu. Usaha di bidang katering sedang melesat, tapi Ren justru membagi waktunya untuk mengisi perekrutan perusahaan farmasi yang bahkan baru berdiri.

"Kamu yang paling tahu alasan Abang ngelakuin ini, Fris."

Ya, alasan Ren hanyalah Rosa. Sampai didapatinya Rosa menikah dengan lelaki lain, Ren baru akan berhenti. Itu tekadnya. Ia bahkan tidak akan datang lebih dulu jika belum membawa restu yang ia perjuangkan.

Dan kali ini, Ren sudah sampai.

"Kamis, dia ke sini."

"Ren, Papa Mama panggil kamu ke rumah."

Perkataan itu terus terngiang di benak Ren. Hari Kamis, Rosa akan ke Bandung. Dan hari ini, ia dipanggil ke rumah. Apa itu artinya, Ren disuruh pergi sebelum Rosa datang ke sana?

Astaga. Ren tidak bisa berpikir positif untuk sekarang ini.

Bahkan Ren mengusulkan pertemuan itu di Jakarta saja, agar orang tua Rosa tidak perlu repot-repot ke Bandung. Sebenarnya itu alasan bagi Ren. Agar ia punya banyak waktu untuk berpikir lebih. Karena sebanyak apa pun kemungkinan, ia tetap tak menemukan kesimpulan.

"Kamu udah punya usaha sendiri, Ren. Kenapa mau bantu perusahaan ini yang baru berdiri?"

Itu pertanyaan dari Surya, tentu saja di luar profesionalitas kerja, setelah ia dinyatakan diterima sebagai staf HRD di perusahaan obat-obatan milik Surya dan Salju.

"Demi Rosa?"

Tebakan Salju sungguh benar. Ren hanya ingin terus berada di sekeliling keluarga Rosa, menunjukkan ia bisa melakukan hal-hal baik, membuat mereka mengerti bahwa kesalahan Ren di masa lalu tidak akan terulang untuk kedua kali. Bukan dengan cara memaksa. Hanya menunjukkan apa adanya ia.

Menjemput Patah HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang