17 | Beban

7.2K 1.4K 92
                                    

Maaf untuk semua hal yang membuatmu marah, atas niat baikku yang kaupandang salah.
🥀

Rosa tersadar lebih dulu. Ia benci refleksnya yang kali ini sedikit melambat. Tangannya lalu menyusup di antara tubuh mereka untuk mendorong dada Ren. Tidak terlalu keras, tapi sanggup membuat lelaki itu mengerti.

Tanpa kata, Ren melepas pelukan. Dihelanya napas seolah meruntuhkan semua beban saat itu juga. Ada sayatan tak kasat mata dalam tarikan napas halus itu. Dan Rosa sanggup menangkap.

"Keluarga gue sekarat."

Rosa tidak menyangka akan secepat ini. Perubahan yang sangat drastis dari ucapan lembut Ren menjadi cerita yang ia bisa menerka, penuh dengan ketegangan setelah ini.

"Gue ketemu Farah di jalan, dan ... ya ...." Tatapan Ren tidak terarah ke Rosa, sama sekali. Melewati atas kepala gadis itu, mata hitamnya menajam seakan memikirkan kata yang cocok untuk dilontarkan lagi. "Balas budi yang dia tawarin emang lo."

Ren mengatupkan mulut rapat-rapat, menyembunyikan fakta bahwa niatnya di awal sudah akan membayar lunas semua utang budinya pada Farah dengan beberapa lembar uang, tapi urung saat melihat bahwa cewek yang harus ia intai adalah Rosa.

Keterdiaman mencekam mereka dalam detak jam kuno yang tergantung di dinding ruang tamu. Ren masih tidak membuka suara karena baginya, cukup itu yang menjadi cerita untuk Rosa. Tidak ada lagi pembelaan-pembelaan yang terpikir karena semua kesalahan memang tertuju padanya.

"Kenapa mau?"

Pertanyaan yang sangat sulit Ren jawab. Kenapa ia mau melakukannya? Sampai detik ini pun tidak ada jawaban yang sanggup ia temukan.

"Apa Kak Farah juga bayar kamu?"

"Enggak," jawab Ren. "Sama sekali enggak, Ros."

Tatap Ren kini benar-benar terarah pada Rosa, menimbang apakah ia harus mengatakan ketakutannya selama ini? Alasan mengapa ia sampai tega menyekap dan membawa Rosa ke hotel atas perintah Farah.

Akhirnya, beberapa detik tatap mereka saling beradu dalam perdebatan di benak masing-masing, Ren memberanikan diri mengatakannya. Walau itu harus semakin membuat namanya jelek di mata Rosa.

"Dia bilang akan serahin tugas itu ke laki-laki lain."

Kedua mata Rosa menyipit, sama sekali tidak mengerti apa korelasi antara perbuatan Ren atas perintah Farah yang diiyakan itu, dengan penyerahan tugas ke orang lain.

"Mereka ... mungkin ...." Ren tidak menemui kalimat yang tepat. Bagaimana membuat Rosa mengerti? "Mungkin aja perbuatan mereka lebih berengsek dari yang gue lakuin, hancurin lo, mungkin juga malah gue lebih berengsek dari siapa pun. Tapi gue nggak bisa biarin orang lain yang ngelakuin itu."

Seakan tersadar, bola mata Rosa melebar menyadari sebuah alasan yang baru saja Ren lontarkan. "Karena kamu memang niat ngelakuin itu ke aku?" suaranya tercekat di akhir.

Ren menyentuh lengan Rosa. Lalu menggenggam tangan yang sedingin es itu. "Gue nggak ada niat buat--"

"Bohong ...." Suara Rosa sama sekali tidak keras. Justru lirih dan halus. Tepat menusuk hati Ren karena ia bisa merasakan kesakitan itu.

Ingin sekali Ren bicara keras-keras atau bahkan mengguncang bahu Rosa, memaksa gadis itu memercayainya. Tapi untuk deret kesalahan yang tidak terhitung banyaknya ia lakukan pada Rosa, tidak pantas untuknya meminta sebuah kepercayaan. Yang ada, dirinyalah yang harus berjuang membuat Rosa percaya, dan itu jelas bukan dengan jalan pemaksaan.

Ada banyak kata 'wajar' yang harus Ren simpan untuk selanjutnya ia keluarkan saat Rosa tidak mampu mengertinya. Wajar jika Rosa tidak tahu bagaimana perasaan Ren, karena gadis itu belum lama mengenalnya. Wajar jika suatu saat nanti Rosa mengungkit semua kesalahan itu dan menjadikan Ren orang yang paling bersalah, karena nyatanya memang begitu. Wajar jika Rosa tidak membalas perasaannya sampai kapan pun, karena apa yang Ren lakukan, bagi Rosa tetap sebuah kesalahan.

Menjemput Patah HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang