15 | Tidak Tepat

8.2K 1.4K 225
                                    



Masih tidak habis pikir. Indri dan Olif menatap Rosa yang tetap tenang membiarkan Ren menempelinya sejak keluar kelas. Terlebih lagi, ikut masuk ke wastafel toilet khusus perempuan!

"Lo jangan lihatin Rosa gitu, dong. Bikin dia takut," ujar Ren polos, seakan-akan tidak sadar dirinyalah yang kerap membuat takut.

Indri dan Olif lantas memalingkan muka, sebal dengan wajah penuh drama Ren. Laki-laki itu, selain pandai menakut-nakuti, ternyata juga pandai bermain ekspresi. Kalau mereka tidak tahu siapa Ren, sudah pasti tertipu dengan nada sok perhatian itu.

"Ini toilet cewek." Olif tidak tahan lagi untuk tidak berbicara. Ia menunjuk gambar di pintu masuk.

"Oh ya?" Ren seakan baru tersadar. Ia berdiri memperhatikan gambar itu saksama. "Emang ini cewek? Lo tahu dari mana? Nggak kelihatan kelaminnya."

Indri dan Olif sontak melebarkan mata, tidak terlalu terbiasa dengan ucapan frontal seperti itu.

"Maksud gue, nggak bisa dipastikan jenis kelaminnya," ralat Ren dengan cengiran lebar.

"Ini pake rok." Olif tetap ngeyel.

"Kalau toilet cowok?"

"Gambarnya pake celana." Bisa-bisanya Olif menimpali, membuat Rosa geleng-geleng kepala.

Ren tidak akan bisa dibantah, sekalipun pendapatnya salah.

"Emang yang ini nggak pake celana?" Ren masih menunjuk gambar itu. "Emang kalian, para perempuan, kalau pake rok nggak pake celana dalam?"

Indri dan Olif memilih diam kali ini. Ren selalu punya cara untuk mematikan orang.

"Lagian," Ren memulai lagi, "saat masuk toilet, semua jenis celana juga dilepas. Jadi gambar ini nggak sepenuhnya nunjukin kalau toilet cewek harus yang ada gambar roknya."

"Kak." Kali ini Rosa yang bersuara, memerintahkan agar mengusaikan perdebatan tidak jelas itu.

Mendengar nada peringatan dari Rosa, Ren lantas tertawa kecil. "Iya, Rosayang. Kalo lo udah bertitah mah gue nurut."

"Sinting." Indri dan Olif geleng-geleng kepala.

Yang membuat keduanya lalu berdecak heran dan memilih pasrah menahan Ren, adalah saat Rosa merasa santai saja sekalipun si laki-laki terkenal berengsek semacam Ren dibiarkan ikut masuk ke lorong toilet.

"Kak Ren guna-guna temen saya, ya?" tuduh Indri, tidak merasa takut. Pasalnya, beberapa hari tidak melihat Ren di kelas, sekalinya muncul membuat Rosa tidak berkutik pasti berhubungan dengan dukun.

Ren mengelus dadanya pelan, seakan pertanyaan itu sangat menyakiti hatinya. "Untung gue udah biasa difitnah ratusan kali. Jadi ucapan lo sama sekali nggak nyakitin gue." Lengkap dengan ekspresi polosnya.

Memang Ren Antonio si jago bersandiwara.

"Gue kalo main dukun, takut dukunnya malah kepincut sama Rosa setelah gue tunjukin fotonya. Jadi gue rugi. Mending usaha sendiri." Ren tersenyum bangga dengan alis terangkat menatap kekesalan di wajah dua teman dekat Rosa itu.

"Ros?" tanya Olif sekali lagi, memastikan sebelum ia dan Indri membiarkan Rosa bersama laki-laki mengerikan tapi gila itu.

"Nggak apa-apa," jawab Rosa pelan.

Jawaban itu seketika menerbitkan kekhawatiran di wajah Indri dan Olif. Kenapa, sih, Rosa malah mengumpankan diri pada masalah?

"Masih nggak terima?" tanya Ren dengan tatap tajamnya. "Atau kalian mau jadi bini kedua sama ketiga gue?"

Astaga, selain berengsek, Ren juga narsis tingkat dewa.

Memilih mengalah, Indri dan Olif akhirnya berlalu dari pintu toilet walau tidak pergi jauh dari sana. Siapa tahu hal terburuk menimpa Rosa dan mereka tidak tahu kan?

Menjemput Patah HatiWhere stories live. Discover now