42 | Menemukan

7.9K 1.3K 315
                                    

Aku tidak pernah menghakimi seseorang yang memilih pergi. Sebab tidak hanya aku yang terluka, ia juga pasti tersakiti.
🥀

Kehilangan bukan lagi hal yang menakutkan bagi Rosa. Orang-orang di sekitar sempat takjub dengan bagaimana ia bisa menjalani hidup seperti sedia kala, bahkan terlihat sangat lebih baik. Bagi Rosa, tidak ada hal yang perlu disesalkan. Ren adalah seseorang yang sangat baik dan ia tidak pernah menyesal melabuhkan hati pada lelaki itu. Orang tua juga lebih penting dari segalanya. Itulah yang membuat Rosa hidup dengan tujuan yang baru, membahagiakan orang-orang di sekitar.

Membahagiakan Ren, telah ia lakukan dengan cara memenuhi keinginan lelaki itu untuk tak mencarinya, untuk menuruti apa yang diperintahkan orang tua, terlebih juga untuk membiasakan diri tanpanya. Rosa berhasil.

Membahagiakan orang tua, telah ia lakukan dengan tidak lagi menutup diri, menceritakan banyak hal di pagi saat hari libur, atau sore saat mereka kerap bersama. Pekerjaan yang ia dapatkan sekarang pun tidak lain karena keinginan orang tua. Rosa menyanggupi. Bukan karena tidak punya cita-cita, namun percaya bahwa pilihan orang tua yang terbaik.

Bukan tidak sakit hati, tapi rasanya itu terlalu tidak masuk akal untuk dirasakan terus menerus sedangkan mereka pernah saling membahagiakan bersama. Kalau salah satu memilih meninggalkan, Rosa tidak menghakimi. Karena alasan yang tak sempat Ren paparkan, kini telah Rosa mengerti. Bukan membuat benci, ia justru kagum pada bagaimana cara Ren memilih melepas segalanya demi sebuah restu orang tua.

Itu berarti, Ren orang yang tidak pernah menentang orang tua. Dan Rosa sangat bangga.

Pernah di hari pertama, kedua, ketiga, atau bahkan sampai seminggu, Rosa jatuh sakit. Begitu parah sampai kehilangan berat badan sangat drastis. Awal yang menyakitkan saat kehilangan Ren. Tapi dalam sakitnya itu, ia justru melihat bagaimana cara orang tua menyayanginya, mengkhawatirkannya lebih dari apa pun, mengorbankan waktu serta tenaga demi bisa melihat Rosa kembali sembuh. Hal yang langsung menyadarkannya saat itu juga. Bahwa mungkin benar, dulu orang tuanya lebih terpuruk dari sakitnya yang sekarang.

Malam-malam setelah itu, tangisannya sudah lebih jarang. Ia akan menangis di malam hari, dan ke ruang makan di pagi harinya dengan mata sembap namun tetap berusaha terlihat baik-baik saja. Karena di meja makan, orang tuanya selalu sudah menyiapkan masakan terbaik yang ia sukai. Ia tahu papanya alergi seafood, tapi sengaja memasaknya bersama mama hanya untuk melihat putrinya senang. Pernah juga malam hari setelah itu, ia tahu dampak alergi membuat papanya tidak baik-baik saja, tapi tetap menunjukkan wibawanya di depan keluarga.

Di bulan ketiga, Rosa hampir menyerah. Langkah membawanya ke sebuah pemukiman dengan gang sempit yang dilaluinya. Semua masih sama. Banyak anak kecil berseliweran, berlari atau bersepeda. Beberapa di antaranya mengerubungi, mengantarnya ke sebuah tempat paling ujung dengan rumah bercat putih. Ada haru dan ragu saat berdiri di sana. Apakah semua masih sama? Apa mereka bisa berjuang bersama-sama?

"Abang Ren udah pindah, Kak!"

Teriakan dari anak-anak kecil itu yang membuatnya entah bersyukur entah bahagia. Karena ia pun tidak yakin jika memulainya kembali, apakah akan mengubah akhir perjalanan mereka menjadi bahagia. Bagaimana kalau ujungnya tetap sama? Hanya menambah sakit keduanya lebih parah.

Jadi Rosa kembali ke rumah dengan tak lagi berniat mengunjungi rumah itu. Mungkin takdir benar-benar memisahkan mereka. Lebih baik dipisahkan sejauh itu kalau akhirnya tidak bisa bersama, daripada terus melihat di depan mata. Membuat sakitnya makin menjadi.

"Rosa, kamu belajar membuka diri, ya. Banyak laki-laki baik."

Ya, Rosa menyanggupi. Ia tidak merasa diperintah karena sadar umurnya bahkan sudah lewat 23 tahun lebih. Ia tidak boleh terus menerus menutup diri.

Menjemput Patah HatiΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα