5 | Belum Usai

10.2K 1.7K 192
                                    


"Rosa, udah siap belum?"

Teriakan dari luar kamarnya membuat Rosa bergegas meraih tas dan menyampirkan di bahu. Ia membuka pintu dan mendapati Salju sudah berdecak pelan.

"Tumben agak lama, Ros?"

Rosa meringis kecil. "Kesiangan, Kak."

Salju mengernyit tapi tidak bertanya lebih lanjut. Rosa sangat jarang kesiangan. Hidupnya teratur. Ia akan bangun sesuai alarm yang terpasang, melakukan sesuatu berdasarkan aturan, tidak banyak membantah dan mengeluh, terlebih gadis itu mampu menempatkan diri dengan baik.

Jadi mendapati Rosa sedikit terlambat membuat Salju heran, walau memang belum terlalu siang.

"Kakak bimbingan jam berapa?" tanya Rosa sambil meraih sepatu di garasi.

"Siang, kok. Ini mau antar kamu aja."

Rosa mengangguk. Sebenarnya ia bisa menaiki motor. Papanya bahkan menawarkan kendaraan saat ia sudah masuk kuliah agar tidak melulu diantar kakaknya. Tapi Rosa malas mengendarai motor di jalan yang sesak kendaraan. Ia lebih suka duduk manis di boncengan. Bahkan kalau tidak ada yang sempat mengantar, ia lebih memilih naik ojol.

Rosa berjalan ke ruang tamu dan mendapati Salju sedang duduk sambil melihatinya. "Kenapa, Kak?" tanyanya.

Salju tertawa dan berdiri. "Cantiknya adikku. Beneran belum punya pacar?"

"Tanyanya itu terus," gerutu Rosa.

"Nggak sampe dua tahun lagi kamu udah lulus, loh. Nggak mau bawa orang spesial waktu wisuda?" goda Salju.

"Kan ada Papa, Mama, sama Kak Salju," jawab Rosa lugas.

"Susah ngomong sama kamu." Salju mengibaskan tangan. Ia berjalan ke arah pintu depan. "Makanya jangan terlalu cuek, Ros. Papa, Mama, sama Kakak sih bisa paham apa yang kamu mau walaupun kamu nggak ngomong, tapi orang lain mungkin aja nggak ngerti."

"Nggak penting juga."

Salju menatap adiknya dan menggeleng pelan. "Lihat nanti ya kalau kamu nemuin orang yang penting."

Pintu terbuka. Rosa belum sempat menyadari saat terdengar suara yang ia kenal.

"Temannya Rosa. Abri."

Rosa rasanya ingin pergi saat itu juga. Tidak cukup kemarin Abri 'memaksa' mengantarnya, sekarang lelaki itu malah menjemput?

"Bener teman kamu, Ros?" Salju terlihat tidak yakin.

"Iya." Lagi pula, Rosa tidak bisa bohong, kan?

"Mau antar Rosa, kalau boleh." Abri mengulas senyum sopan.

Salju membalas dengan senyum kecil. Ia menoleh ke Rosa yang terlihat malas-malasan. Lagi pula, bukankah Rosa begitu ke semua laki-laki?

"Mau ikut temenmu?" tanya Salju pelan saat sudah di samping Rosa. "Kasian udah sampai sini. Tapi terserah kamu juga, sih. Kakak nggak maksa."

Rosa juga bimbang. Baru Abri, lelaki yang berani langsung datang ke rumah. Untung orang tuanya sudah pergi pagi sekali. Kalau tahu, mungkin akan menanyai Rosa macam-macam dan ia malas membahas hal tidak penting.

"Iya, Kak," jawab Rosa akhirnya. Setelah ini mungkin ia akan bicara pada Abri perihal ketidaksukaan jika lelaki itu sampai datang ke hadapan keluarganya.

"Hati-hati, ya."

Rosa masih sempat tersenyum dan mengangguk pada kakaknya sebelum masuk ke mobil Abri. Rosa merasakan ketidaknyamanan yang membuat senyumnya perlahan memudar.

"Kamu mirip banget sama kakakmu ternyata."

Basa-basi.

Mungkin orang lain akan senang dengan lelaki yang mudah mencairkan suasana seperti yang Abri lakukan, tapi Rosa berbeda. Ia hanya duduk diam menghadap depan, sekalipun Abri terus menerus memancingnya agar bicara. Rosa tidak kesal karena Abri banyak bicara, sama sekali. Ia hanya tidak peduli. Terserah apa yang Abri ucapkan padanya. Yang membuat Rosa kesal adalah Abri dengan lancang datang ke rumahnya.

Menjemput Patah HatiWhere stories live. Discover now