29 | Penolakan Pertama

7.1K 1.2K 296
                                    

Tak ada yang lebih baik darimu. Kalaupun ada, aku yang tak berniat menemukannya.
-Ren Antonio-
🥀

"Wah, udah siap semua ini?" Ren mengecup singkat puncak kepala Rosa sebelum menarik kursi dan duduk tepat di samping gadis itu. "Maaf, ya, nggak jadi 10 menit ternyata. Antre di restonya lama," bisiknya pelan.

Rosa mengangguk, tidak memprotes walau sedari tadi menunggu kehadiran Ren yang ternyata kembali selang setengah jam lamanya. Duduk berhadapan dengan Frisya yang menatapnya dengan tidak suka jelas membuat Rosa tak nyaman.

"Ini kamu yang masak semua, Ros?" tanya Ren menatapi beberapa makanan yang tersaji.

Kali ini Rosa menggeleng.

"Aku yang masak, Bang," protes Frisya sembari menyendokkan nasi ke beberapa piring. "Pacar Abang itu bisanya gosongin makanan doang."

Tanpa disangka, Ren justru terkekeh. Ia menatap Rosa yang menunduk. "Nggak apa-apa, besok belajar lagi."

Rosa mengangkat pandangan. Melihat senyum Ren membuatnya lega. Setengah merasa bersalah, setengah hatinya ingin membela. Ia memang salah menggosongkan tempe, karena terlalu terpaku saat Ren izin bekerja lebih dulu. Dan soal bumbu yang ditumis, bagaimana ia tidak diam membisu saat kata-kata Frisya terlontar begitu saja dan menyakitinya?

Tapi lagi-lagi, Rosa tidak mengeluarkan apa yang ada di benaknya. Lebih baik diam. Sedari dulu ia merasa aman dengan itu. Diam dan nurut saja.

"Kok cuma tiga, Fris?" tanya Ren heran saat Frisya hanya menyiapkan tiga piring padahal jelas-jelas ada empat orang di sana.

"Emang satunya siapa? Mama udah aku suruh makan duluan, Bang. Harus minum obat soalnya."

Ren berdecak. "Abang nggak kelihatan, nih?"

"Itu kan buat Abang!"

"Oh, jadi ini buat Abang? Kak Rosa-nya enggak?" Ren mengernyit.

"Aku emang nggak makan, kok," tolak Rosa halus. Tuan rumah tidak menyediakan piring itu berarti kehadirannya tidak diterima dengan baik.

"Harus makan. Aku ambilin, ya."

Rosa menggeleng tapi ia gagal menahan Ren. Lelaki itu sudah berdiri ke dapur dengan membawa satu lagi perlengkapan makan. Tidak lupa juga mengisi piring itu dengan nasi.

"Duh, manjanya," sindir Frisya.

Ren lagi-lagi hanya menanggapi dengan kekehan. "Perempuan harus diperlakukan dengan baik, Fris."

"Setahuku, di mana-mana ya perempuan yang nyiapin makan buat laki-lakinya."

"Kak Rosa, kan, tamu," jelas Ren lagi lalu duduk dan menyerahkan piring ke Rosa.

"Tamu nggak diundang," gumam Frisya, masih dengan nada sindirannya yang kental.

"Nggak diundang tapi bikin seneng tau, Fris." Ren masih bisa menanggapi dengan nada santai.

"Bikin seneng Abang doang, yang lain dibikin repot."

"Lano juga seneng, kok," oceh Lano yang sudah menyuap makanan, membuat Ren tertawa. "Tadi Kak Rosa bawa brownies enak. Kak Frisya padahal suka tapi gengsi mau makan. Aku abisin aja, rasain."

"Lan, kamu jangan murahan gitu, dong," sentak Frisya sebal. "Dikasih brownies aja udah kena suap. Laki-laki harus punya mental, masa disogok sama makanan aja luluh. Dasar!"

Lalu semua diam. Kalau Frisya sudah berapi-api seperti itu lebih baik didiamkan. Ren mulai menyuap kuah sup dan menoleh ke Rosa. "Ini sup yang tadi kamu bikin, kan? Ternyata enak banget," pujinya jujur.

Menjemput Patah HatiWhere stories live. Discover now