Siapa yang akan bahagia?

29.5K 1.3K 237
                                    

"Sebentar lagi ya."

Davon melirik diam - diam setelah mendapati suara Ezra yang terdengar sabar meladeni teleponnya.

"Saya masih ada urusan sedikit. Kamu duluan aja, pesan untuk saya sekalian. Apa aja, samain dengan menu kamu."

Kembali memandangi meja luas di depannya, meja kerja berbahan kayu yang dipoles mahal, Davon menerka status si penelepon. Tentu saja bukan Flora atau Mikki. Ia mengidentifikasi seseorang yang baru masuk dalam hidup Ezra dan sudah menjadi dekat.

Setelah menutup teleponnya, Ezra kembali duduk di kursi di sisi Davon sambil menggerutu tentang Levy yang tidak muncul juga. Ia meletakan kunci mobil dan ponsel di atas meja agar lebih leluasa.

Tadi secara tiba - tiba Levy meminta mereka berdua agar bisa bertatap muka untuk sesuatu yang penting. Maka di situlah Ezra dan Davon menunggu Levy serta mengabaikan suasana yang canggung.

"Cewek baru lagi?" Davon memulai dengan sindiran.

"Lagi?" kernyitan di dahi Ezra menandakan protes, "karena lo tertarik dengan kehidupan gue, jadi gue jelaskan: ini cewek pertama yang gue dekati setelah gue bisa... berjalan normal dan gue serius. Seharusnya lo lega kan?"

Davon mendengus sinis, "lo emang nggak secinta itu dengan Flora, beruntung adik gue nggak harus berakhir sama lo."

Wajah Ezra berubah padam dan kelam, "ya, seharusnya gue nggak perlu hampir mati demi dia kan?"

Giliran Davon terdiam, lo tetap harus mati karena udah tidurin Flora walau dengan cinta sekalipun.

"Flora sudah berada di tangan yang tepat, menurut lo, juga menurut gue," lanjut Ezra, "jadi sudah saatnya gue punya kehidupan sendiri."

Tapi Flora cinta mati sama lo! Kata - kata itu hampir meluncur dari ujung lidah Davon namun ia berhasil menahan diri.

Akhirnya Davon berkata dengan santai, "bagus deh. Jauh - jauh lo dari adik gue."

"Satu - satunya bentuk peduli gue hanya transfer bulanan untuk anak gue," ketika mengatakan itu ia tak kuasa menahan geli, "dan sebentar lagi lo bakal ngikutin jejak gue."

Pasalnya hingga detik ini upaya mediasi Davon dan Gita tidak menunjukkan titik terang. Gita tetap teguh dengan pendiriannya. Cerai.

Levy masuk dan menutup pintu di belakang mereka, menyapa keduanya sambil lalu, kemudian duduk di balik meja kerjanya yang megah. Tanpa kalimat pembuka ia berkata:

"Jadi gue-" Levy menatap dengan awas kedua pria di seberang mejanya sambil memperhitungkan kecepatan reflek siapa yang akan sampai lebih dulu. Apakah Davon yang terkesan muram oleh karena sedang menjalani proses perceraian di depan mata, atau Ezra yang terlihat tak acuh? Sepertinya Ezra serius mencari pengganti Flora dan ia amat selektif.

"...akan menikah. Akhir bulan depan," ketika ia menghela napas ia merasakan dirinya gemetar di balik ketenangannya, "dengan Arizona."

Seperti yang ia duga, Davon memiliki sumbu yang lebih pendek. Pria itu hampir memanjat mejanya untuk menyerang sepersekian detik setelah Levy merapatkan bibir.

Yang tidak ia duga adalah ketika Ezra justru menahan rival bebuyutannya itu. Tadinya ia pikir Ezra akan bergotong royong memukulnya dengan suka rela karena sudah mencampakan Flora.

"Tahan!" ia merentangkan satu tangan di depan tubuh Davon lalu mengernyit serius ke arah partner kerjanya, "kenapa Ari?"

Levy menghela napas lega atas penangguhan itu, ia bersandar lebih jauh ke belakang seraya berkata, "ada sesuatu antara gue dan Ari yang buat gue harus nikahin dia."

Work from HellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang