29 : After Party

29.2K 2.8K 540
                                    

Davon kehilangan Gita setelah ia memaksa wanita itu untuk mengucapkan selamat bersamaan. Pria itu nyaris mempermalukan mereka dengan nada memaksanya tadi.

"Kamu istriku, ke atas sana juga harus sama - sama!" suara Davon setingkat di atas normal membuat Gita memucat.

"Lo gila ya? Pake teriak - teriak lagi," bisik Gita panik, "gue udah bilang. Ntar gue salaman tapi sendirian."

"Aku nggak mau sendirian," bantah Davon, "aku maunya sama kamu."

Gita menatap dengan sorot mata memohon pengertian pria itu, "tapi nanti ketahuan orang - orang, Dave."

"Kamu memang istri aku. Ada yang salah?"

Gita nyaris menjambak rambutnya sendiri, "gue malu, Dave. Orang - orang pasti bilangnya-"

"Nggak usah peduliin mereka. Pedulikan aku aja, bisa?"

Davon dan Gita berdampingan menuju pelaminan. Tentu saja momen itu mengundang perhatian banyak orang. Pertama, karena Davon mantan kekasih Arizona. Nasib cinta terhalang strata mereka santer di kalangan anak - anak fakultas. Kedua, karena Davon bersama Gita 'Gigit'. Kok bisa?

Setelah itu Gita merasakan tatapan orang - orang padanya dan Davon semakin terang - terangan. Gita merasa tidak nyaman diperhatikan seperti itu apalagi oleh orang - orang yang mengenal siapa Arizona di masa lalu Davon dan siapa Gita di masa lalu mereka semua. Pasti mereka membandingkan Gita dan Gigit, kemudian membandingkan Gita dan Arizona, kemudian mereka menertawakannya. Semua itu Gita rasakan dari sorot mata mereka dan senyum yang mereka berikan setengah hati.

Gita yakin Davon juga tidak lebih baik setelah ajang 'pamer' yang ia lakukan tadi. Alih - alih menyalahkan Davon, Gita menyalahkan diri sendiri. Tampang sekelas alas sepatunya Arizona aja pede dampingin Davon.

Berada di kamar non smoking membuat Gita melampiaskan kekesalannya hanya dengan minum. Satu botol saja tidak cukup untuk membuatnya mabuk. Ia mengerang kesal saat mendapatkan panggilan dari satu - satunya orang tua yang tersisa karena ia tak dapat mengabaikan teleponnya.

Kurang lebih isinya adalah bagaimana liburan mereka? Wejangan agar bisa segera hamil, kemudian mempertanyakan keseriusan Gita berumah tangga.

"Ma, lama - lama Gita bosen ditanyain anak terus. Mama bisa nggak tanya yang lain? Tanya Gita sehat, nggak? Gita bahagia, nggak? Jangan anak anak anak teru-"

Ponselnya lenyap dari genggaman. Gita memalingkan wajah agak terlalu cepat membuat kepalanya sedikit pening, di lihatnya Davon sedang berbicara dengan ponselnya, dengan ibunya.

Ia mengernyit, kok nggak kedengeran ya pas masuk?

"Ma, iya ini Davon. Doakan cucu Mama lahir tahun depan. Davon minta doanya." Setelah salam, panggilan diakhiri.

Gita melongo kemudian berkedip. Kemudian histeris...

"DAVON! LO SINTING APA. NGAPAIN LO NGOMONG GITU KE MAMA? NAMBAHIN BEBAN GUE LO? Gue masih sanggup diomongin di ballroom, TAPI JANGAN BAWA - BAWA NYOKAP GUE. Pake janjiin cucu lagi. Nemu bayi di mana? Lo mikir nggak sih!" Gita sampai menggigil saking frustasinya.

"Buat bayi-lah!" jawab Davon bingung.

"Buat bayi?"

Gita mengernyit ketika Davon menjatuhkan dasi lalu melepas kancing di bagian lengannya. Ia menegaskan dengan anggukan, "buat bayi. Kamu dan aku."

"Yang mabok gue, kok yang ngaco elo?" spontan Gita membenahi tali gaunnya yang jatuh dari pundak.

"Sama sekali nggak-" ia merayap naik ke atas ranjang mendekati Gita yang mematung, menyelipkan telunjuknya ke tali gaun Gita lalu menariknya turun, "udah lama juga pengen nuntut hak sebagai suami kamu."

Work from HellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang