22 : make up sex (21+)

37.1K 2.4K 233
                                    

Ezra memacu pelan mobilnya keluar dari area parkir. Sisa hujan ditambah keheningan malam seakan sedang mengolok andai saja ia tidak memikirkan Gigit.

Ia bisa membayangkan betapa mengganggunya Safir jika mereka tinggal bersama sekalipun Ezra tidak menikah. Ia memiliki dunianya sendiri yang disebut rumah. Privasi yang enggan ia bagi dengan saudaranya entah itu Vardy, Jewish, Suri, Harriet, ataupun si bungsu Arline Safir.

Hingga detik ini ia tidak berangan - angan akan berbagi huniannya dengan orang lain.

Pikirannya masih terbagi antara merindukan Flora dan masalah Gigit. Sebagai makhluk egois yang tidak akrab dengan kata 'berbagi', Ezra berpendapat bahwa wajar jika Gigit kesal pada adik iparnya. Tapi tidak serta merta ia menghakimi, posisi adik iparnya juga tidak mudah.

Ah, tapi itu bukan urusannya sih. Urusannya adalah merindukan Flora. Lihat! Bahkan tanpa direncanakan ia sudah mengarahkan mobilnya kembali ke rumah Davon. Gue ngapain?

Gimana kalau gue turun, ketok tuh pintu terus bilang, "eh, Anjing, gue kangen adek lo." Ah! Sinting, pulang ajalah.


Seharusnya Flora tahu bahwa tidak ada pelangi setelah badai, yang ada hanya porak poranda. Hubungannya dengan Ezra sedang kusut, tidak seharusnya ia memaksakan diri seperti mendatangi rumah pria itu dengan alasan mengambil sebelah sepatu Mikki. Dan kehujanan pula. Sampai di sana ia mendapati Ezra belum pulang, dan kini ia menggigil di luar pintu.

Kemana Ray? Selingkuh kah? Flora berdiri, menyingkirkan rambutnya yang basah dari wajah. Biarlah Mikki mengenakan sepatu putih walau besok bukan hari Jumat atau Sabtu.

Flora baru saja berjalan menuju pintu gerbang ketika benda itu terdorong ke arahnya. Di baliknya Ezra terdiam sesaat, kedua tangannya berada di gagang pintu, pandangannya turun ke sekujur tubuh Flora yang basah.

Ia mengulurkan kunci pintu utama pada Flora, mengarahkan wanita itu menjauhi pintu gerbang.

"Buka pintunya, Flo. Aku masukin mobil dulu."

Wanita itu menatap ragu pada kunci di tangannya, "kayanya aku-"

"Please?" desak Ezra. Tidak mungkin ia melepaskan Flora malam ini. Harus terjadi sesuatu di antara mereka sebelum pagi. Dan ia harap sesuatu itu adalah 'bertengkar' versi Mikki.

Tanpa kata wanita itu berbalik menjauhi gerbang, setelah memastikan Flora sedang berkutat dengan pintu barulah ia kembali ke mobil.

Di dalam rumah, ia bergegas mengambil handuk dari lemari. Perhatiannya tertuju pada sebuah sepatu di tangan Flora. Jadi itu alasannya kembali kemari. Nggak masalah.

Ezra tidak perlu mencari alasan untuk mendapatkan apa yang ia mau. Ia cenderung praktis jika menyangkut wanita. Ia mengambil sepatu Mikki dari tangan Flora lalu dijatuhkan di atas lantai. Direntangkannya handuk di atas kepala Flora, dengan penuh perhatian menggosok rambutnya yang lembap sebelum turun ke tubuhnya. Ketika melakukan semua itu tidak sekalipun ia membalas tatapan mata lebar Flora, ia masih membutuhkan pengendalian diri sebelum berubah menjadi manusia primitif.

"Aku nggak selingkuh, Flo." Ia mengatakan itu pada ubun - ubunnya sebelum beralih menatap matanya.

Ia tahu Flora percaya padanya, hanya ego perempuan yang membuatnya skeptis selama ini. Andai Ezra sanggup, ia tak dapat membayangkan berapa banyak rasa sakit dan kecewa yang akan ia berikan pada wanita yang terlalu bodoh, yang begitu tergila - gila padanya seperti ini.

Ezra menarik napasnya dan merasa sesak di dada, ini tidak wajar. Tidak ada ikatan seperti ini pada wanita sebelumnya, dengan enggan ia akui bahwa dengan Flora sayangnya lebih dari nafsu semata.

Work from HellWhere stories live. Discover now