Twenty Seventh Chapter

49 13 0
                                    

"Perlahan dadaku terasa sesak, napasku tersendat, rasanya perasaanku disobek-sobek begitu saja."

✈✈✈

Sebenarnya aku ingin mengirim catatan kepada Ayah atas izinku untuk pulang hari ini. Akan tetapi, tak dapat kusangka jika Ayah ada di rumah ketika aku pulang dari sekolah. Meski jam masih menunjukan pukul empat sore, sepertinya Ayah tidak tertarik untuk mabuk hari ini.

"Terima kasih atas waktunya, Emily juga akan pulang ke sini sore ini." Aku menggigit bibir bawahku. "Kapan-kapan kalau Ayah mau bertemu, Ayah bisa meminta kapan saja. Denganku atau dengan Emily."

Dalam posisi duduknya di sofa, Ayah menatapku kosong dan datar. Tak lama ia kemudian mengangguk. "Sampaikan salam pada ibumu."

Aku menghela napas panjang dan mengangguk. Meski hal-hal tentang Ibu membuatnya sering mengamuk, tapi tetap saja Ayah sering mengingat hal tentang Ibu.

Perlahan aku menaiki tangga menuju kamar. Tepat sebelum aku menekan daun pintu, bunyi pintu depan yang terbuka membuatku terhenti. Aku melirik ke bawah dan mendapati Ayah yang pergi entah ke mana.

Setelahnya aku masuk dan menyisisr sekeliling ruang kamar dengan mataku. Meski Emily baru pindah ke ruangan ini, meski aku baru satu bulanan di ruangan ini, tapi tempat ini seakan mempunyai memori yang begitu kuat. Memori masa kecil yang penuh siksaan.

Aku menarik napas sejenak, kemudian menyiapkan tas sekolah yang kupakai dan mengembalikan barang-barang Emily. Kulihat diary miliknya dan tersenyum meletakannya rapih di meja belajar. Aku juga berterima kasih pada buku misterius yang sudah kusobek-sobek bagian stikernya, berkatnya aku tahu lebih tentang Emily dan Ayah. Kuletakan buku itu di atas buku diarynya.

Selepasnya aku memasukkan buku-buku dan perlengkapan sekolah yang kubawa ke sana. Bahkan tugas-tugas Bahasa Indonesia yang sudah sering Junnie serta Jeremy tagih pun terpaksa kubawa karena aku belum menyelesaikan apa-apa. Aku menghela napas panjang, benar-benar panjang seraya menatap foto kami dan beberapa gambaran yang tertempel di dinding.

Semua hal tentang Emily punya arti dan makna sendiri baginya dan bagiku. Semua hal tanpa terkecuali. Tetang gambar, tentang hadiah Sammy, tentang awan, tentang langit, tentang pesawat jet.

Aku mengeluarkan koper yang kusimpan di bawah ranjang dan mulai mengemasi pakaian yang ada di lemari.

Selamat tinggal lemari. Aku mengelus bagian dalam lemari yang setengah kosong ketika aku sudah mengemasi barang-barangku ke dalam koper.

Mungkin sebaiknya aku segera pergi sebelum Ayah kembali dengan ketidaksadaran diri karena mabuk. Aku menutup lemarinya. Namun, seketika aku membuka lemarinya dan melihat notes yang tertempel di belakang sana.

Sselamat tinggal catatan. Aku nyengir kuda melihat catatan bodoh dan absurd yang Emily tempelkan di balik pintu lemari. "Selamat tinggal Roti Gobs, keren sekali ada cabang roti sepertimu di area selatan sementara di pusat kota tidak ada." Aku mengernyit dan baru menyadari hal itu.

"Selamat tinggal ... catatan yang seperti jadwal."

'15.00 PM Toko Roti Gobs Talk. 17.00 PM Istirahat. 20.00 PM Selesai. 20.30 Acara Malam, Lewat Pintu Belakang.

Sabtu dan Minggu ; Warung Mie Ayam sampai 17.00 PM. Toko Roti Gobs Talk 18.15 PM'

Tunggu. Catatan ini memang seperti jadwal. Tapi ... sebelumnya aku mengira ini jadwal Emily mengunjungi tempat-tempat jajan ini.

Hanya saja ...

Mataku melebar dan mulutku menganga ketika teringat akan sesuatu. Aku kemudian melirik foto Emily yang menunjukkan dia yang masih SMP dan berdiri di depan gedung sekolahnya dengan senyuman lebar.

Emily's Clue [TAMAT]Where stories live. Discover now