First Chapter

221 32 5
                                    

"Sebagian dari mereka mungkin cewek-cewek bodoh yang diperalat, entahlah."

✈✈✈

"Cheryl ... Cheryl!" Suara berat setengah teriakan dan kosong emosi itu terus meninggi seiring dengan gedoran pintu yang semakin memekakan telinga. Dengan mata berat dan liur yang mengalir di ujung bibir kanan, aku berusaha bangkit menyibak selimut tipis bau jamur. Menapak lantai retro dingin seperti mayat hidup, meraba dinding, kusein, dan pegangan tangga.

"Cheryl, bukain!" Teriakkan itu diikuti serapahan yang menyempurnakan mulut kotornya.

"Sebentar." Aku mengucek mata berkali-kali sebelum kemudian melihat dua orang di depanku dengan tatapan setengah kaget. "Astaga, Ibu?" Tepat saat itu pula laki-laki itu mendorong wanita teler dalam dekapannya jatuh ke pelukanku. Aku hampir ambruk menopang tubuh ibu yang sedikit lebih gemuk dariku.

Bau alkohol.

"Kenapa baru pulang jam ...," aku melirik jam dinding yang menunjukkan pukul dua malam.

"Cheryl, Ibu di mana?" Tiba-tiba Ibu melepaskan pelukanku dan berdiri dalam posisi kapal yang terombang-ambing.

"Ibu hati-hati." Aku berusaha menangkapnya tapi dia menepis tanganku.

"Dia mabuk," ucap Om Juan sambil menguap. Makhluk bodoh, tanpa dikasih tahu pun aku sudah tahu.

"Ibu biar aku antar ...."

"Hueeeek!!!!" Secara mengejutkan Ibu memuntahkan isi perutnya tepat mengenai piyamaku. Aku mendesis jijik, tapi aku memilih menangkap Ibu yang ambruk setelahnya daripada mengomeli seluruh kotoran di bajuku.

"Kau bereskan. Dia ibumu." Om Juan mengernyit jijik kemudian berlalu.

"Om kenapa ke dalam?"

"Aku menginap." Tanpa rasa ragu, laki-laki itu masuk ke kamar Ibu di lantai bawah. Terserahlah, rumah ini sekarang rumahnya.

Kembali aku melirik Ibu dalam posisi jongkokku, berusaha membopongnya dan meletakkannya di sofa depan televisi. Sejenak aku menghela napas, melihat dia muntah lagi dalam posisi tidurnya.

Aku berkacak pinggang, mendesah melihat piyama dan lantai di dekat sofa. Kupalingkan wajah ke kusein jendela yang menyelipkan sinar rembulan, mendengar suara hembusan napas dan detakkan jantung, sebelum kembali mendesah melihat Ibu muntah untuk ketiga kalinya.

✈✈✈

"Hei." Aku setengah kaget melihat Ibu bangun lebih dulu dariku. Dia bahkan menyiapkan roti panggang dan telur mata sapi.

"Hei," dia tersenyum. "Tidurmu nyenyak?" Aku menjawab pertanyaan itu dengan gelengan pelan. "Well, saat Ibu tujuh belas tahun Ibu pernah insomnia. Menurut Ibu semua orang pernah mengalaminya." Dia mengelap meja seraya menarik kursi, memintaku duduk untuk sarapan.

"Aku rasa aku tidak insomnia." Aku memaksa senyum dan menarik piringan roti panggang.

"Bukan?" Ibu terus mengelap meja dengan mata yang pura-pura kaget.

"Yep, bukan." Aku meneguk susu. "Om Juan sudah pulang?"

Ibu spontan berdecak, dan aku sudah menebak jika dia akan berdecak. Lalu kemudian dia melempar lap meja di atas meja itu sendiri. "Ibu ketahuan. Dengar, Cheryl, semalam adalah malam yang berat."

"Terdengar seperti sertiap malam adalah malam yang berat," sanggahku.

"Ya, itu benar." Ibu menghela napas teramat panjang. "Maksud Ibu, malam ini tak seperti biasanya."

Emily's Clue [TAMAT]Where stories live. Discover now