Nineth Chapter

68 16 2
                                    

"Kau tidak bisa mempercayai orang yang menyakitimu."

✈✈✈

Meski kerap kali kami berdebat, tapi harus kuakui bahwasannya hal ini sama sulitnya bagiku untuk membicarakannya dengan ibu. Ibu bahkan tidak tahu tentang keberadaan ayah dan Emily di kota ini dan tiba-tiba aku meminta Emily untuk tinggal dengannya.

Seperti apa reaksi yang akan ia tunjukkan, aku tidak tahu pasti. Namun, di waktu tenang seperti inilah waktu yang tepat untuk mengatakannya sebelum ada laki-laki yang akan menjemputnya.

"Ibu ...," Aku memanggil ibu dengan amat hati-hati meski pandangan wania itu tetap mengarah ke televisi. "Anu ... aku bertemu Emily."

Ibu menoleh seketika dengan raut wajah tak percaya. "Emily ada di sini?"

Aku mengangguk pelan.

Ibu menutup mulutnya yang menganga dengan kedua tangan. Persis seperti adegan sinetron alay. "Ya Tuhan. Sudah bertahun-tahun aku tidak bertemu dengan dia. Di mana dia sekarang tinggal?"

Aku menggeleng. "Cukup jauh. Di area selatan."

Ibu menegangkan tubuh dan mulai menghujaniku dengan banyak pertanyaan. Dengan siapa Emily tinggal, mengapa dia pindah ke sini lagi, seperti apa keadaannya, sekarang dia bersekolah di mana, dan hal kecil maupun hal besar lainnya.

Ketika kukatakan kami satu sekolah, Ibu sempat terlihat senang, tapi ketika aku memberitahu jika Emily tinggal dengan Ayah, raut wajah bahagia itu hilang seketika.

"Bagaimana keadaan ayahmu?" Ibu mengganti chanel TV dengan remote yang ia pegang. Sikapnya kembali acuh meski dia yang mengajak obrolan tentang Ayah.

Aku mengatakan sedikit hal-hal hebat yang sempat Emily katakan sebelumnya tentang Ayah, dan Ibu hanya mendengus entah mengatakan 'iya aku mengerti' atau 'iya aku tak peduli'.

Aku menelan ludah sesaat ketika pembicaraan ini hampir mati karenannya. "Eh ... anu. Aku dan Emily berencana bertukar tempat selama satu semester ini. Hanya untuk semester ini." Aku cepat memberikan penekanan setelah wajah berkerut ibu kembali memicing terhadapku.

"Maksudnya?"

"Selama semester ini Emily akan tinggal dengan Ibu, sementara aku dengan Ayah."

"Tidak setuju."

Aku terlojak dan menggiit bibir bawah mendengar penolakan mentah-mentah itu. "Boleh tahu alasannya kenapa?" Secara tak sadar, tanganku berkacak pinggang dan intonasi suaraku meninggi. Begitupun dengan ibu.

"Emily tinggal di sini, Ibu setuju. Kau tinggal di sana, Ibu tak setuju."

Aku terkekeh seketika mendengar Ibu yang ternyata masih memiliki sikap tegas. "Kenapa tidak setuju aku tinggal sama Ayah?"

Ibu mematikan televisi seketika dan menatapku tajam. "Dia pria brengsek, Cheryl. Dia pemabuk, sadistik, dan sinting."

"Ow, seolah-olah Ibu perempan yang baik-baik." Wajahku masam mendengar hiperbola sepihak itu.

"Ibu tak akan membiarkanmu tinggal dengan penjahat."

"Dia ikut komunitas rehabilitasi dan sekarang punya pekerjaan yang layak," belaku dalam satu tarikan napas terhadap ketidaksetujuan yang terdengar menghakimi.

Ibu menggeleng dan menarik bibir ke bawah. "Kau tidak akan tahan tinggal dengan bajingan seperti dia."

"Saat ini aku tinggal dengan perempuan alkoholik, masokis, dan seorang wanita malam. Bukankah itu yang terdengar lebih buruk?" Aku menghentakkan kaki dan berjalan menuju kamar. Ibu masih menceramahiku dan mengikuti langkahku.

Emily's Clue [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang