Sixteenth Chapter

52 12 0
                                    

"Jika memang begini maka aku akan berjuang untuk tidak menyakitimu lagi meski yang lain menyakiti."

✈✈✈

"Sudah liat hasil mading anak sekolah?" Juni kembali menggangguku di sela-sela penyalinanku terhadap tugas Bahasa Indonesia miliknya. Aku hanya menggelengkan kepala pelan dan mengatakan jika akan kulihat nanti. Akan tetapi, bukan Junnie namanya jika kehendaknya belum tersalurkan seratus persen. Gadis itu terus menceritakan mading buah karya penyususnan yang dipegang oleh klub sastra.

"Lo harus liat bagian catatan hariannya. Kali bagian itu yang paling beda, nyentrik, dan itu yang jadi buah bibir belakangan ini." Aku merasa air liur Junnie tumpah ruah menjelaskan hal tak penting itu. Bagian catatan harian merupakan bagian pojok pada mading di mana terdapat Best Story of the Month dari salah satu cerita siswa yang dikirimkan kepada klub sastra. Semacam agenda rutin tentunya. Isinya hal receh tentang gerutuan, perasaan seseorang yang ditolak, atau pengalaman yang terkesan menyombongkan diri. Namun, dari penjelasan Junnie yang enggunakan kata-kata berbau seni itu, membuatku memutar bola mata dan mengasumsikan jika isinya palingan hanya bualan orang putus cinta.

"Kalian udah liat mading sekolah?" Kali ini aku baru menegakan kepala karena Jeremy juga langsung membahasnya selepas kedatangannya yang tak terkira.

"Bagian pojok. Top markotop!" Junnie mengacungkan dua jempol. Aku mendelik heran tatkala Jeremy membalas opini Junnie dengan dukungan yang kuat. Laki-laki itu menjelaskan pada kami berdua jika bagian itu berisi tentang perasaan seseorang yang benar-benar abstrak. Merasa sedikit tertarik dengan keadaan di mana aku sendirian yang tak tahu, aku mencoba masuk ke dalam perbincangan.

"Penulisnya siapa?" tanyaku kemudian. Untuk kali pertama Junnie dan Jeremy berebutan menjawab pertanyaan bodoh.

"Itu dia masalahnya." Keduanya berbicara secara bersamaan sebelum kemudian hanya Junnie sendirian yang melanjutkan. "Nama ataupun inisialnya tak tercantum."

Meski nama kadang disamarkan, tetapi orang-orang dapat dengan mudah menebak siapa yang sebenarnya menulis hal itu. Akan tetapi, kali ini tak ada satupun yang dapat menebak penulisnya karena inisial yang menjadi bagian krusial justru tak tercantumkan. Selesai menyalin jawaban, aku memilih mangkir dan pergi menuju tempat mading yang ada di koridor utama sekolah.

Setelah sampai di sana, tak dapat kuduga sebelumnya jika pembaca mading akan sebanyak ini.

Demi menghindari kemungkinan kaki yang terinjak, aku menunggu mereka pergi dari tempat itu meski semakin bertambahnya waktu justru semakin banyak orang yang berkerumun.

Dengan mata yang masih memandangi rombongan orang-orang, aku menyandarkan tubuh di dinding yang berlawanan.

"Mau melihat mading?" Sam memergoki kesendirianku. Aku menoleh kiri kanan tak mengerti mengapa bisa semencolok ini di mata Sam.

"Iya." Jawabku seraya tersenyum gembel. "Tapi nunggu sepi dulu ... takut keinjek."

Sam mengecutkan bibir seraya melirik arlojinya. "Lima menit lagi bel masuk. Yakin masih sempet?" Laki-laki itu tersenyum miring melihatku yang hanya bisa gigit bibir. "Sini aku bantuin." Sam menarik tanganku dan menempatkan posisiku tepat di depannya. "Lo jalan ke sana, gue bakal jagain lo di belakang."

Secara paksa, Sam menggenggamkan tangannya di bahuku kemudian mendorongku perlahan. Aku hanya berjalan tak yakin menuju kerumunan itu. Namun, ketika sudah bergabung dengan kerumunan, Sam merubah genggaman tangannya menjadi melingkarkan lengannya mengelilingi bahuku.

Sontak aku kaget akan hal itu, tapi dengan ajaib orang-orang mangkir dan memberi kami jalan sampai akhirnya aku berada tepat di depan mading. Aku berterima kasih kemudian melihat bagian Best Story of the Month. Benar saja, tidak ada inisial seperti biasanya.

Emily's Clue [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang