Fifteenth Chapter

55 13 0
                                    

"Dan yang kudapat hanyalah kebohongan, serta separuh dua paruh dari seratus paruh bagian kejujuran."

✈✈✈

Aku berjalam di perbatasan. Berkabung dengan sedan melihat tempat kembali yang begitu kelam. Namun, dalam batas ini, aku tidak dapat melampaui apa-apa. Tanganku seakan memegang dinding kaca yang sebenarnya tidak ada. Menatap kosong keadaan yang lebih baik dari wilayah perbatasan.

Delapan tahun dari sekarang hanyalah ketidak pastian. Batas yang tak terbatas, jalan kembali yang semakin terbentang lebar, lubang pelarian diri yang semakin tidak ada, semuanya tidak pasti. Dan aku terpekur serta membaur dalam pengadaptasian nestapa yang tak berujung.

Dalam langkah pelan, aku berjalan memasuki kelas. Junnie berdiri tergopoh-gopoh mendatangiku dengan berita baru yang memuakan.

"Cheryl!" Langkah kakinya menimbulkan gempa berskala ringan.

Aku hanya bisa menegakan wajah perlahan, menatap polos bencana yang akan datang.

Junnie melompat dan memelukku erat sampai aku terhuyung menahan beban tubuhnya yang benar-benar berat. "Junnie, aku sedang tidak dalam mood untuk hal yang seperti ini." Aku berusaha melepaskan pelukan itu.

Bersama belenggu yang tercipta dan tahun-tahun yang penuh penyesalan tanpa kontrol kendali diri, aku berusaha melepaskannya. Duduk termenung menatap batas yang mungkin memudar. Meski itu tidak benar adanya.

Dan kepadamu wahai Stratosfer, culiklah aku dalam ketinggianmu. Batas-batas di bumi mungkin ada tapi batas di langit yang tak terhingga mungkin tak ada.

Saat ini,

Emily Watson.

"Gue dapet kabar katanya lo bakal jadi tim khususnya, Sam? Ciyee, gue bangga sama lo!"

Aku memutar kedua buah bola mata kemudian berjalan duduk ke kursiku dengan pikiran kusut. Seperti biasa aku belum mengerjakan PR, tetapi saat ini aku sedang tidak berminat bahkan untuk mengusahakannya.

"Kau baik-baik saja, Cheryl?" Jeremy bertanya setelahnya. Aku menggeleng perlahan seraya mengangkat bahu. Aku bahkan tidak tahu hal apa yang sebenarnya benar-benar aku pikirkan.

Jeremy mengangguk sekali. "Kalau kau mau menyalin PR Matematika, bukuku ada di meja Junnie."

Aku mengangguk dan berterima kasih.

"Eh ... Jeremy," panggilku sesaat. "Kau anak ke berapa?"

Jeremy terlihat memicingkan mata mendengarku bertanya seperti itu sebelum akhirnya dia tetap menjawab, "tiga."

"Tahukah kau apa yang Kakakmu lakukan ketika sedang bersedih?"

Jeremy terlihat tak mengerti dengan pertanyaan itu meski ia memikirkan sesuatu setelahnya. "Kakak yang pertama atau kedua?"

"Pertama."

"Aku hampir tidak tahu." Laki-laki itu mengidikan bahunya. "Kakakku yang pertama tidak terlalu suka menampilkan emosi di depanku atau Kakak keduaku. Namun, seingatku kalau dia sedang bersedih biasanya dia menghabiskan waktu dengan baca komik dan main game."

"Biasanya anak pertama pintar menyembunyikan perasaannya." Junnie menanggapi percakapanku sambil menyemili makanan ringan dalam ukuran plastik besar. "Dia ingin terlihat superior dan memberikan contoh yang sempurna pada adik-adiknya. Tuntutan seorang kakak : dia tak boleh cengeng," Junnie terbahak tanpa sebab kemudian melanjutkan, "padahal sebenarnya mereka bisa saja cengeng."

Emily's Clue [TAMAT]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin