MEMORI-8

6 1 0
                                    

"Sorry Vi. Gue masih di rumah sakit. Lo dimana sekarang?" Jawab Arka.

"Gue masih di sekolah."

"Serius? Tunggu bentar gue jemput!"

Tutt.....

Setelah sambungan terputus Vivi berjalan ke arah gerbang sekolah. Takutnya sudah di tutup karena jam menujukan pukul 16:25. Namun, kesialan datang padanya. Pintu ruangan OSIS sudah di kunci terlebih dahulu. Vivi yang kaget dan khawatir langsung menelepon Arka. Entah kenapa orang yang terbesit di pikirannya itu Arka. Hasilnya nihil. Arka tak menjawab panggilannya. Terlebih baterai handphone Vivi menunjukkan angka 9.

Arghh! Sial! Batin Vivi. Reno. Gue harus nelpon dia gitu? Ah bodo amat gue gak gengsi! Batin Vivi lagi. Dia pun menekan tombol pencarian, mencari nama Reno. Setelah ketemu, tanpa ragu Vivi menekan tombol telepon. "Ren, lo lagi ngapain? Ada di mana?"

"Gue lagi di rumah sakit. Nyokap gue sakit. Kenapa?" Air mata Vivi lolos. Bukan karena ibunya Reno sakit, atau karena Reno tak bisa membantu. Tetapi karena setelah ini tak ada orang yang bisa dia hubungi lagi! "Oh, Yaudah kalo gitu, maaf ganggu. Semoga nyokap lo cepet sembuh ya." Vivi masih berusaha memikirka orang yang bisa ia hubungi selanjutnya. "Makasih. Lo gapapa kan?" Ingin sekali Vivi menjawab bahwa dia kenpa-napa, tetapi hal itu sangat tidak mungkin baginya. "Gue gapapa kok."

Tutt.....

Sekarang siapa lagi?! Gue harus gimana? Mendung lagi! Batin Vivi. Setelah sekitar 20 menit Vivi menangis kecil, dia melihat ponselnya. Baterai handphone nya menunjukkan angka 4. Melihat itu Vivi semakin cemas. Tetapi bukanya mencari pertolongan dia malah men-deras-kan tangisannya.

Vivi menangis dalam diam. Matanya bengkak, tetapi dia masih ingin menangis. Kini jam menunjukkan pukul 17:50. Sedangkan hujan turun semakin deras. Dia tak sadar ada pria yang baru saja membuka pintu ruangan OSIS. Pria itu berjalan pelan ke samping Vivi. Pria itu nampaknya membawa minum untuk gadis di sampingnya.

Vivi masih tak sadar akan kehadiran pria itu. Karena dia masih terfokus pada tangisannya. Perlahan, pria itu memeluk Vivi. Vivi yang kaget spontan melihat ke arah pria yang memeluknya. "Maaf." Ucap pria itu. Kalian pikir itu Arka? Bukan! "Arka?" Tanya Vivi. Bukan! Kalian bukan salah lagi! Hahaha!

"Ngapain lo meluk gue?" Tanya Vivi lagi.

"Gue minta maaf. Lo jangan nangis lagi ya." Arka menghapus air mata Vivi.

"Gue gak nangis!"

"Alah! Bisa aja ngelesnya. Nih pake jaket gue!" Arka menyodorkan jaketnya.

"Lo kesini pake motor?"

"Mobil lah ogeb. Hujan hujan gini ngapain pake motor."

"Kok lo bawa jaket?"

"Sengaja. Gue tau lo takut kan sama hujan."

"Kok lo tau?"

"Gue kan stalker."

"Gue takut tau."

"Takut kenapa?"

"Kirain yang meluk gue satpam sekolah."

"Mau?" Tawar Arka. Kalau benar Vivi mau dia akan memanggil Pak Darim.

"Mau sih kalo satpamnya Reno! Eh." Bisa dilihat? Vivi keceplosan. Arka memang sudah tau sejak awal. Tetapi dia memilih diam. Berpura pura tidak tahu.

"Lo suka sama Reno?" Tanya Arka.

"Emm, gue sukanya makan."

"Cih."

"Lo dari mana aja?!"

MEMORIDonde viven las historias. Descúbrelo ahora